REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Seorang pimpinan kelompok militan yang terlibat langsung dalam penculikan dan eksekusi warga negara Kanada dan Jerman menjadi salah satu yang tewas oleh pasukan Filipina dalam bentrokan di sebuah pulau wisata pekan ini, kata militer, Kamis (13/4).
Pasukan Filipina menewaskan sedikitnya enam anggota Abu Sayyaf selama baku tembak di Pulau Bohol pada Selasa. Filipina juga kehilangan empat orang anggotanya.
Militer telah menemukan jasad Muamar Askali yang juga dikenal sebagai Abu Rami, mantan juru bicara Abu Sayyaf, sebuah kelompok yang terkenal karena pemerasan, pembajakan dan penculikan untuk meminta tebusan. Kepala Staf Angkatan Bersenjata Eduardo Ano menjelaskan Abu Rami sebagai pemimpin Abu Sayyaf yang sangat terkenal dan bertanggung jawab atas beberapa kekejaman.
Kelompok ini pada tahun lalu memenggal seorang warga Kanada bernama John Ridsdel dan Robert Hall. Selain itu seorang lansia dari Jerman bernama Jurgen Kantner turut mengalami nasib serupa pada Februari ketika permintaan uang tebusan sekitar Rp 8,1 miliar tidak dibayar.
Ano mengatakan Abu Rami mencoba meningkatkan reputasinya dan telah menjadi salah satu pemimpin atas Abu Sayyaf. Ia terlibat dalam usaha untuk menculik wisatawan di Bohol selama Pekan Suci di negara mayoritas beragama Katolik itu, yang kemudian berhasil digagalkan.
Ano mengatakan situasi di Bohol kini kembali normal meski pun pasukan keamanan masih mengejar militan lainnya yang terlibat dalam baku tembak. Bentrokan terjadi setelah Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris memperingatkan warga negaranya tentang penculikan selama masa liburan dan disarankan tidak melakukan perjalanan ke Visayas Tengah, yang mencakup Cebu dan Bohol.
Militer Filipina telah menyatakan perang dengan Abu Sayyaf di Pulau Jolo dan Basilan, tetapi terhalang oleh besarnya populasi warga sipil di pulau-pulau tersebut. Abu Sayyaf berakar pada separatisme tapi aksinya sebagian besar berupa kejahatan dan pembajakan serta mencari keuntungan dari bisnis senjata moderen dan kapal cepat.
Militer telah berjuang untuk menekan pembajakan dengan kondisi perahu pembajak yang sulit dideteksi ketika mereka menargetkan kapal pukat yang bergerak lambat. Kapal dari Indonesia, Malaysia dan Vietnam sering menjadi sasaran dan awak kapal mereka diculik.
Pemerintah Filipina telah meminta bantuan internasional untuk berpatroli di Laut Sulu. Pemerintah Filipina juga mengatakan memiliki informasi intelijen kredibel bahwa beberapa pemimpin Abu Sayyaf berhubungan dengan kelompok radikal ISIS dengan maksud untuk membentuk cabang wilayah Selatan negara tersebut. Presiden Rodrigo Duterte telah memperingatkan potensi kontaminasi oleh ISIS di negaranya.