REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO -- Warga di kawasan terdampak longsor Desa Banaran, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur menggelar ronda bergilir siang-malam guna mengawasi potensi longsor susulan seiring hujan yang masih terus mengguyur daerah itu sepekan terakhir.
"Warga terus berkoordinasi satu sama lain untuk mengawasi material longsor yang masih membentang di area terdampak," kata Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ponorogo Setyo Budiono di Ponorogo, Kamis (13/4).
Menurut dia, fungsi pengawasan melekat memang dibutuhkan, mengingat masih ada sedikitnya 30 hunian yang rawan terdampak longsor susulan, tepatnya di bawah sektor D.
Dengan kondisi material tanah dengan volume diperkirakan mencapai satu juta meter kubik dan menghampar di sepanjang alur longsoran sejauh 1,5 kilometer itu, lanjut Budi, potensi longsor susulan sangat mungkin terjadi.
Terlebih pada hari terakhir operasi pencarian korban hilang pada Ahad (9/4), material lumpur jenuh dengan volume sangat besar akhirnya bergerak laiknya aliran air mulai dari area bawah titik nol di sektor A hingga sektor D, dan bahkan menyentuh dua rumah yang sebelumnya masih tegak berdiri.
Tak hanya memperluas dampak kerusakan hunian, longsor susulan waktu itu juga menyebabkan satu unit alat berat jenis eksavator terpendam lumpur, jalan desa yang baru dinormalisasi relawan kembali terputus, serta beberapa unit motor dan mobil dobel kabin pengangkut anjing pelacak (K-9) terdorong jatuh ke sungai.
Kendati tak menyebabkan korban jiwa, Budi menyatakan potensi longsor masih mungkin terjadi, terutama setelah aktivitas pencarian dihentikan sementara alur sungai Tangkil tersumbat lumpur.
"Kami menyudet di jalur air yang tersumbat (lumpur) serta memperlebar penampang sungai agar aluran lumpur bisa terurai," katanya.
Budi mengatakan belum ada skenario lanjutan terkait penataan area terdampak longsor yang masih tertutup material lumpur jenuh, mulai sektor A-D.
Menurut dia, kondisi tanah yang labil dan diduga masih basah (jenuh air) di bagian bawah bisa membahayakan keselamatan petugas jika dipaksakan melakukan kegiatan perataan maupun normalisasi lahan. "Nanti akan dilakukan penanganan setelah kondisi lumpur kering," ujarnya.