REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Starbucks mengalami penurunan bisnis yang cukup tajam di Inggris dengan keuntungan sebelum pajak turun 61 persen menjadi 13,4 juta poundsterling. Penurunan ini merupakan dampak dari Brexit sehingga kepercayaan terhadap konsumen turun.
Tak hanya itu, tagihan pajak Starbucks juga turun dari 8,4 juta poundsterling menjadi 6,7 juta poundsterling. Perusahaan Amerika Serikat telah menghadapi kritik berat atas jumlah pajak yang dibayarnya di Inggris.
Starbucks di Inggris telah mengalami goncangan ekonomi dan geopolitik yang signifikan tahun ini, sehingga berpengaruh terhadap penjualan termasuk perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat dampak Brexit. Kekhawatiran keamanan juga berkontribusi terhadap melemahnya kepercayaan konsumen. Selain itu, biaya investasi dan restrukturisasi Inggris juga mempengaruhi keuntungan Starbucks.
"Ada tantangan yang tak diragukan lagi sehingga konsumen lebih berhati-hati, kami berinvestasi secara signifikan untuk mendorong inovasi di penawaran kopi dan makanan, ini sangat didorong oleh respon dari konsumen kami," ujar Presiden Starbucks untuk Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Martin Brok dilansir BBC News, Jumat (14/4).
Pada November 2016, Starbucks melaporkan rekor keuntungan tahunan secara global. Sebagian besar keuntungan tersebut akibat terjadinya kenaikan penjualan di Amerika Serikat. Sedangkan, di Inggris pertumbuhan penjualan turun 1 persen dari pertumbuhan di tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 3,8 persen.
Jaringan kedai kopi terbesar tersebut memiliki tagihan pajak yang berkurang setelah pendapatanya turun. Pada 2012, Starbucks menyatakan akan membayar pajak secara signifikan setelah adanya sebuah protes publik mengenai tagihan pajak perusahaan yang ada di Inggris. Sebelum 2012, Starbucks hanya membayar pajak 8,6 juta poundsterling dalam 14 tahun melakukan perdagangan di Inggris. Di sisi lain, pendapatan Starbucks bisa mencapai miliaran poundsterling.