REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Putaran kedua Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta tinggal empat hari lagi. Menurut Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Agustyar mengatakan ada dua tipe kecurangan di pilkada Jakarta putaran II mendatang.
"Ada dua tipe kecurangan yang perlu sama sama kita antisipasi pada putaran kedua nanti yaitu yang pertama politik uang berupa suap di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS)," ungkap Agustyar, saat memberikan sambutan pada Apel Siaga ACTA, di Hotel Ibis Menteng, Jakarta, Sabtu (15/4).
Menurut Agustyar, salah satu gejala politik uang di putaran pertama kemarin adalah adanya TPS yang anomali di mana hanya satu pasangan calon yang mendapatkan suara dan dua pasangan calon lainnya mendapatakan nol. Dugaan politik uang tersebut sulit dibuktikan sehingga harus dirumuskan tindakan pencegahan yang efektif.
ACTA juga mendesak agar selama tiga hari masa tenang KPU DKI gencar adanya ancaman pidana paling lama 72 bulan bagi pemberi tnaupun penerima uang ditujukan untuk mempengaruhi pilihan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana diatur Pasal 187 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada. "Selain itu KPU juga harus memperketat pencegahan masuknya HP atau kamera ke bilik TPS agar tidak dijadikan sarana politik uang," tambahnya.
Tipe kecurangan yang kedua adalah soal potensi membengkaknya pemilih ilegal. Dibolehkannya pemilih dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) untuk mencoblos tanpa Kartu Keluarga memperbesar peluang banyaknya pemilih ilegal. Petugas di tingkat TPS dinilai harus diberi pengarahan khusus mendeteksi pemilih ilegal. "Petugas harus bisa membedakan Suket Dukcapil yang asli dan diberikan jaminan keamanan untuk menolak pemilih Jangan sapai kasus-kasus seperti Iwan Bopeng kembali terjadi di putaran kedua," kata Agustyar.
Lantaran hal itu, mulai tanggal 16 April 2016 ACTA akan menyiagakan setidaknya dua kantor Advokat di tiap kecamatan dan satu orang relawan para legal di tiap kelurahan untuk melawan kecurangan Pilgub yang tergabung dalam Tim Reaksi Cepat ACTA. Menurut Agustyar, tugas utama advokat dan relawan paralegal tersebut adalah menerima laporan masyarakat soal indikasi kecurangan lalu mencoba membantu penyelesaian di lapangan dan melaporkan kepada institusi terkait.