REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ulama yang menjadi sesepuh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta dan PCNU se-DKI Jakarta, Sabtu (15/4), mengelar silaturahim akbar di kantor pusat PWNU DKI. Dalam acara ini dibahas soal ajakan kepada kaum Nahdliyyin di Ibu Kota agar memilih paslon gubernur dan wakil gubernur seiman pada pilkada mendatang.
Rais Syuriah PWNU DKI Jakarta, KH Mahfudz Asirun, mengatakan, sikap tersebut sesuai qararat (ketetapan) yang diputuskan Muktamar XXX NU di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, 1999 silam. Ia merasa, keputusan Bahtsul Masail itu harus disosialisasikan, khususnya kepada warga NU sebagai pedoman dalam memilih pemimpin.
"Hari ini kami ingin kembali mengingatkan kepada kaum Nahdliyyin di Jakarta bahwa memilih pemimpin Muslim hukumnya adalah wajib, sesuai ketetapan Muktamar NU di Lirboyo," kata Mahfudz melalui rilis yang diterima Republika, Sabtu (15/4).
Ia menambahkan, PWNU DKI Jakarta tidak mau neko-neko, dan seharusnya bersikap sami'na waato'na dengan keputusan dan ketetapan yang disepakati Syuriah dan sesepuh ulama seluruh Indonesia. Karenanya, Mahfudz menilai, ini harus menjadi keputusan bagi warga NU atau Nahdliyin.
Mahfudz mengingatkan, salah satu poin keputusan Muktamar Lirboyo adalah orang Islam tidak boleh menguasakan urusan kenegaraan kepada orang non-Islam, kecuali dalam keadaan darurat. Ia menekankan, sosialisasi itu sengaja digelar di ujung masa-masa kampanye putaran kedua, untuk bersama menjaga kondusifitas ibu kota.
"Apakah hari ini ada alasan darurat, tentu tidak. Jadi, inilah yang harus menjadi panduan yang terbaik bagi NU dan umat, keputusan bahtsul masail bahwa memilih (pemimpin) Muslim adalah wajib," ujar Mahfudz.
Sebagai ormas Islam terbesar NU harus menentukan sikap walau secara struktur tidak berpolitik praktis, tetapi warga NU harus diarahkan dan diberi pilihan arah memilih pemimpin mereka. NU di akar rumput, lanjut dia, sebenarnya sudah tahu sama tahu mengenao keputusan Muktamar Lirboyo, tanpa perlu ditafsir dan memang sudah saklek.