REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan merayakan kemenangan referendum yang mendukungnya meneruskan kepemimpinan hingga 2029. Namun, oposisi memprotes dan meminat penghitungan suara ulang atas keunggulan suara "YA" yang mencapai 51,3 persen.
Hampir semua kotak suara sudah dibuka dan hampir seluruh surat suara sudah dihitung, suara "YA" unggul dari suara "TIDAK".
Di kota-kota besar seperti Istanbul, Izmir, dan Ankara, mereka yang menolak perubahan konstitusi dan sistem pemerintahan Turki atau pendukung "TIDAK", turun ke jalan-jalan untuk menyatakan protes, demikian dilansir New Europe, Ahad (16/4).
Partai oposisi, Partai Republikan Rakyat (CHP) menyatakan harus ada perhitungan ulang lebih dari 60 persen surat suara. CHP memprotes keputusan akhir Badan Penyelenggara Pemilu yang mengesahkan surat suara kosong. Pemimpin CHP Kemal Kilicdaroglu menuding Erdogan ingin memimpin Turki sendirian hingga 2029.
Pada Ahad (16/4), rakyat Turki memberikan suara dalam untuk menentukan perubahan konstitusi melalui referendum. Perubahan konstitusi telah dibahas sejak Recep Tayyip Erdogan menjabat sebagai presiden pada Agustus 2014 lalu.
Sementara itu, RUU perubahan konstitusi disahkan oleh parlemen Januari 2017. Reformasi akan menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada presiden dan menghapuskan jabatan perdana menteri. Presiden juga akan diizinkan untuk mempertahankan hubungan dengan partai politik.