Senin 17 Apr 2017 22:42 WIB

Bertemu Jokowi, Pemuda Muhammadiyah Sampaikan Empat Hal Ini

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Angga Indrawan
Presiden Joko Widodo berdialog dengan sejumlah tokoh agama di Istana Merdeka, Senin (17/4). Diantaranya hadir Ketua MUI Ma'ruf Amin, Ustaz Yusuf Mansur, Mahfud MD, dan Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Presiden Joko Widodo berdialog dengan sejumlah tokoh agama di Istana Merdeka, Senin (17/4). Diantaranya hadir Ketua MUI Ma'ruf Amin, Ustaz Yusuf Mansur, Mahfud MD, dan Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjuntak menjadi salah satu tokoh yang ikut dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo hari ini. Dalam kesempatan itu, Dahnil menyampaikan empat hal kepada Jokowi.

Pertama, Dahnil mengapresiasi upaya Presiden untuk mendorong kebijakan redistribusi aset atau lahan sebagai wujud keberpihakan Ppmerintah kepada kelompok miskin. Namun, beberapa bulan ini Muhammadiyah menerima keluhan dari petani Teluk Jambe, Karawang, yang menjadi korban konflik agraria. Mereka kehilangan lahan, sementara pemerintah daerah tidak berpihak kepada mereka. Sekarang, kata dia, 200 lebih etani Karawang tersebut ditambah 60 anak ditampung oleh Muhammadiyah.

"Sudah sebulan lebih mereka kami tampung, bagi Muhammadiyah tidak ada masalah membantu saudara-saudara kami tersebut karena salah satu visi dakwah Muhammadiyah adalah membantu mustad'afin, ujarnya, Senin (17/4).

Namun menurut Dahnil negara harus hadir membantu para petani tersebut. Untuk itu dia berharap Jokowi turun langsung menuntaskan masalah ini sehingga kebijakan redistribusi lahan yang akan didrong pemerintah benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat miskin.

Kedua, terkait radikalisme dan terorisme. Bagi Pemuda Muhammadiyah, tugas-tugas deradikalisasi pasti dan terus dilakukan oleh organisasi Islam, terutama yang memiliki komitmen merawat Indonesia. Sayangnya, kata Dahnil, upaya-upaya tersebut percuma apabiila radikalisme dan terorisme lahir dari kekuatan di luar kendali ormas Islam.

"Yakni sebutlah kekuatan aparat yang justru melahirkan terorisme, atau justru ada indikasi ternak terorisme sehingga apapun yang kita lakukan justru menjadi percuma," kata dia.

Ketiga, terkait kasus Novel Baswedan. Dahnil menyebut apa yang terjadi terhadap Novel Baswedan adalah tindakan terorisme terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Jokowi diharapkan terlibat langsung menuntaskan kasus ini. Bagi Dahnil, seharusnya kasus ini mudah dipecahkan oleh pihak kepolisian yang memiliki aparatur lengkap dan hebat. Bahkan kata Dahnil, dalam kasus terorisme polisi dengan mudah bisa menjelaskan jejaringnya dan seterusnya.

"Bagi saya tinggal political will saja, jangan sampai kasus Novel ini sama dengan kasus Tama S Langkun di zaman Pak SBY dulu, maka saya memohon Bapak memimpin langsung penuntasan kasus Ini," ujarnya.

Keempat, terkait permintaan menyampaikan pesan-pesan menentramkan menjelang pemilihan kepala (pilkada) DKI jakarta, Dahnil sepakat dengan Presiden. Namun menurut dia, produsen kebisingan sesungguhnya adalah dua kandidat dan tim suksesnyanyang sedang bertarung. Untuk itu, Dahnil menyarankan agar permintaan tersebut disampaikan kepada kedua pasangan calon dan tim suksesnya agar berkomitmen memastikan pilkada yang bersih dan menjaga kondisivitas.

"Jangan sampai mereka yang berbuat para tokoh agama ini yang harus memadamkan. Jadi, saran saya panggil mereka dan tagih komitmen mereka, Pak," kata Dahnil.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement