REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Sebanyak tiga kota terbesar Turki, yaitu Istanbul, Ankara, dan Izmir memiliki jumlah pemilih mayoritas yang menyatakan tidak setuju atas referendum yang diselenggarakan negara itu, Ahad (16/4) lalu. Dalam referendum tersebut, penentuan agar konstitusi negara itu dapat diubah ditentukan.
Di Istanbul, sebanyak 51,4 persen pemilih menyatakan tidak setuju. Sementara di Ibu Kota Ankara dengan jumlah 51,2 persen, dan di Izmir menjadi yang terbesar, yaitu 68,8 persen menolak.
Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menyatakan kemenangan atas hasil referendum. Dari hasil penghitungan suara sementara, setidaknya secara keseluruhan 51,4 persen pemilih di negara itu menyatakan setuju, sementara 48,63 persen menolak.
Dalam konstitusi baru, Turki tidak lagi mengadopsi sistem parlementer dan berganti menjadi presidensial. Sistem baru ini membuat presiden memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan para menteri secara langsung.
Selain itu, jabatan perdana menteri akan dihapus untuk pertama kalinya dalam sejarah Turki. Namun, nantinya terdapat seorang wakil presiden.
Sistem pemerintahan baru Turki disebut oleh sejumlah kritikus membuat Presiden Recep Tayyip Erdogan memiliki kekuatan lebih besar atas negara yang terletak di antara Asia dan Eropa itu. Terlebih, dalam ketentuan baru ini, presiden dapat secara langsung campur tangan dalam urusan peradilan.
Meski Komisi Pemilihan Umum Turki belum merilis hasil resmi pemungutan suara referendum, namun dipastikan tak ada yang berubah. Laporan dari kantor berita negara Anadolu mengatakan saat ini secara keseluruhan ada 99,8 persen suara pemilih atau kurang lebih ada 47,5 juta suara sudah dihitung. Hasil resmi referendum diumumkan dalam 10 hari ke depan.
Kebanyakan pemilih yang memilih setuju dengan konstitusi baru itu terletak di wilayah sepanjang Anatolia dan Pantai Laut Hitam. Di sana, dilansir dari BBC, diyakini basis pendukung Erdogan sangatlah besar dibandingkan dengan banyak wilayah di tiga kota terbesar Turki lainnya.