REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pejabat-pejabat tinggi Korea Utara (Korut) menuding Amerika Serikat (AS) telah mengubah Semenanjung Korea menjadi tempat paling berbahaya terbesar di dunia. AS, kata pejabat Korut juga telah mengubah situasi di sana, di mana perang termonuklir bisa pecah setiap saat.
Wakil Duta Besar Korut untuk PBB Kim In-ryong mengatakan, latihan militer gabungan antara AS dengan Korea Selatan (Korsel) merupakan provokasi dan 'bor perang agresif' terbesar yang pernah ada.
"Korut siap untuk bereaksi terhadap modus perang yang diinginkan oleh AS," ujarnya seperti dilaporkan laman The Guardian, Senin (17/4).
Wakil Menteri Luar Negeri Korut Han Song-ryol juga menegaskan bahwa program rudal nuklir yang selama ini dikecam oleh AS akan tetap dikembangkan Korut. "Pyongyang akan terus menguji rudalnya setiap pekan, bulan, dan tahun. Perang habis-habisan akan terjadi jika AS mengambil tindakan militer," katanya.
Pernyataan pejabat-pejabat Korut tersebut merupakan tanggapan terhadap pernyataan Presiden AS Donald Trump dan wakilnya Mike Pence. Sebelumnya, keduanya mengatakan bahwa AS akan mengambil tindakan terhadap Korut. Pence, dalam kunjungannya ke Korsel bahkan menegaskan bahwa era kesabaran strategis telah berakhir untuk Korut.
Pence menerangkan bahwa kesabaran AS terhadap Korut telah dimulai sejak 25 tahun lalu. Yakni ketika AS harus menghadapi fakta bahwa Korut mulai mengembangkan senjata nuklir. Dan hari ini, kesabaran AS telah habis.
"Presiden Trump telah membuat jelas bahwa kesabaran AS dan sekutu kami (Korsel) di kawasan ini (Semenanjung Korea) telah habis. Dan kami ingin melihat perubahan. Kami ingin melihat Korut meninggalkan jalan sembrononya dari pengembangan senjata nuklir," ucap Pence.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov turut mengomentari perihal ketegangan yang terjadi antara Korut dan AS serta Korsel di Semenanjung Korea. Ia berharap tidak ada tindakan sepihak dari AS seperti yang mereka lakukan terhadap Suriah.
"Tidak ada tindakan sepihak seperti yang kita lihat baru-baru ini di Suriah dan bahwa AS akan mengikuti garis Presiden Trump yang berulang kali disuarakan selama kampanye pemilu lalu," kata Lavrov.
Di sisi lain, Cina meminta pihak-pihak terkait untuk kembali ke jalur perundingan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Lu Kang mengatakan ketegangan di Semenanjung Korea memang perlu diredam. Hal itu dilakukan agar pihak-pihak yang berpolemik dapat berjalan menuju resolusi damai.