REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalaupun ada tanda yang bisa disebut dengan masjid, mungkin hanya menaranya. Anehnya, ia bukan menara yang tampak umum dalam sebuah bangunan masjid yang bentuknya meruncing. Sebaliknya, bentuk menara Masjid Agung Samarra ini justru berbentuk spiral, kendati semakin ke atas juga tampak meruncing.
Seperti umumnya menara, kalaupun ada cara untuk naik ke puncaknya, tangga dibangun di bagian dalam menara. Sedangkan Masjid Agung Samarra ini, tangga melingkar justru dibangun berbarengan dengan bangunan menara yang berbentuk spiral. Dikisahkan, Khalifah Al-Mutawakkil pernah mencapai bagian atas menara ini dengan menunggang keledai putih miliknya.
Inilah keunikan dari Masjid Agung Samarra. Bentuk menara spiral ini mengingatkan kita pada menara Babel (the Tower of Babel) yang dibangun pada masa Kerajaan Babilonia yang memerintah di wilayah Mesopotamia oleh Nebuchadnezzar.
Menara berbentuk spiral ini disebut juga dengan Malwiyya. Tingginya mencapai 52 meter. Bagian dasar menara berbentuk empat persegi. Sedangkan pada bagian atas menara terdapat sebuah paviliun yang difungsikan sebagai tempat muazin mengumandangkan suara azan. Keseluruhan dinding pada ruang tempat muazin ini terbuat dari material kayu.
Bangunan Masjid Agung Samarra berada di dalam lahan berpagar yang berukuran 374 meter kali 443 meter. Dengan luas 239 meter kali 156 meter menjadikan bangunan masjid ini sebagai yang terluas yang pernah ada dalam sejarah masjid di dunia Islam. Untuk memudahkan akses ke lokasi masjid, Pemerintah Irak membuat tiga jalan masuk seluas 52 meter.
Masjid ini mempunyai 16 pintu masuk, dengan 17 lorong yang terhubung dengan ruang shalat dan serambi masjid. Serambi masjid ini berhiaskan tiang-tiang pilar rangkap tiga. Pada waktu shalat Jumat, bagian serambi masjid biasanya juga dipergunakan untuk menampung para jamaah shalat Jumat yang tidak tertampung di dalam masjid.
Desain bagian dalam ruang shalat Masjid Agung Samarra berhiaskan marmer yang membentuk pola segi delapan pada bagian sudut-sudut ruangan. Sementara bagian mihrab, dihiasi dengan mosaik kaca. Kini hanya sebagian kecil dari potongan-potongan mosaik tersebut yang masih tersisa.
Penggalian yang dilakukan oleh Direktorat Pemeliharaan Bangunan Kuno Pemerintah Irak pada1960 silam berhasil menemukan sebuah panel berupa potongan-potongan kaca berwarna biru tua yang berderet di dinding masjid.
Di bagian belakang mihrab, terdapat sebuah bangunan kecil. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, bangunan tersebut biasa digunakan sebagai tempat untuk menerima kunjungan khalifah, di samping sebagai tempat istirahat untuk para imam masjid.