REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Guna mencegah serbuan produk Cina, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) makanan, minuman, dan kosmetik di Jawa Barat (Jabar) harus mengantongi sertifikasi halal. Menurut Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jabar, Netty Prasetyani, sertifikasi halal dibutuhkan agar produk UMKM Jabar memiliki keunggulan dibandingkan produk impor.
Selain itu, pemerintah juga harus mempermudah proses sertifikasi halal dan perizinan lainnya. Seperti diketahui, tingginya pertumbuhan ekonomi Cina pada triwulan I/2017 berpotensi mendongkrak serbuan produk Cina ke Indonesia, termasuk Jabar.
"Pasar produk halal sangat besar. Apalagi, saat ini kesadaran keagamaan masyarakat semakin baik," ujar Netty usai menghadiri acara Pelantikan Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Perhimpunan Perempuan Lintas Profesi Indonesia (PPLIPI) di Holiday Inn Pasteur, Jln. Dr. Djundjunan, Bandung, Selasa (18/4).
Netyy menilai, sertifikasi halal bisa menjadi keunggulan produk Jabar dalam bersaing menghadapi serbuan produk Cina. Pasar halal sendiri, bukan hanya muslim yang memang menjadi mayoritas di Jabar. Saat ini sudah banyak non muslim yang memilih produk halal karena alasan kesehatan dan keamanan pangan. "Di dunia sendiri produk halal sedang menjadi trend. Banyak negara berlomba-lomba membidik pasar halal," katanya.
Selain sertifikasi halal, menurut Netty, pelaku UMKM juga harus konsisten menjaga kualitas produknya. Selain itu juga harus inovatif dan kreatif dalam mengikuti perkembangan trend yang sedang berlangsung. "Umur produk kreatif itu pendek, tapi memiliki nilai tambah yang besar. Untuk bisa berdaya saing, pelaku UMKM jangan lelah berinovasi," kata Netty.
Sementara dari sisi pemeritah, kata dia, selain dukungan kemudahan perizinan, juga diperlukan dalam program bantuan pembiayaan misalnya berbentuk kemudahan kolateral. Selain itu, juga pemasaran dalam bentuk edukasi cinta produk Indonesia bagi masyarakat. "Pemerintah juga harus memangkas jalur distribusi sejumlah produk dan komoditas lokal untuk menekan biaya dan meningkatkan daya saing produk serta memberikan added value terbesar bagi daerah penghasil," katanya.
Netty optimistis, dengan upaya tersebut, banjirnya produk Cina ke pasar Jabar bisa diredam. "Jadi pemerintah bekerja, pelaku usaha menciptakan produk, dan masyarakat membangun kepercayaan terhadap produk lokal," katanya.
Sementara menurut Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPLIPI, Indah Surya Dharma Ali, sejatinya dari sisi kualitas, produk Jabar jauh lebih unggul. Namub, tinggal bagaimana pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat untuk meningkatkan daya saing produk. "Produk UMKM Jabar itu luar biasa. Baik dari sisi kualitas produk maupun kreativitasnya. Tidak sedikit yang sudah diakui di dunia internasional, khususnya ASEAN," kata Indah.
Perlu diketahui, berdasarkan data Biro Statistik Nasional Cina, perekonomian negeri tirai bambu itu tumbuh 6,9 persen sepanjang kuartal I-2017. Pertumbuhan tersebut di atas prediksi, dan memperlihatkan mulai munculnya stabilisasi di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Sebelumnya, sejumlah analis memprediksi, pertumbuhan ekonomi Cina pada tiga bulan pertama 2017 hanya akan menyentuh angka 6,8 persen. Sementara pemerintah Cina sebelumnya memprediksi, pertumbuhan ekonomi 2017 berada pada kisaran 6,5 persen, naik dalam kisaran terendah dalam 25 tahun terakhir. Pada 2016 ekonomi Cina tumbuh 6,7 persen terendah sejak 1990.
Pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi, menilai, tingginya pertumbuhan ekonomi Cina itu berpotensi meningkatkan serbuan produk impor Cina ke Jabar. Ekpor Jabar ke Cina juga berpotensi terkerek, tapi menurut dia, peningkatannta masih kalah dibandingkan impor.