REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan penggunaan teknologi penginderaan jauh satelit Lapan-A2 dan Lapan-3 milik Lembagan Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) adalah untuk menekan biaya pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dari aksi pencurian.
"Biaya operasional pengawasan itu sekitar 40 persen dari total anggaran Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang mencapai Rp 780 miliar. Dengan penggunaan satelit milik LAPAN ini kita harap biaya bisa ditekan," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Eko Djalmo di Jakarta, Rabu (19/4).
KKP sejak beberapa tahun terakhir memang sudah memanfaatkan citra satelit dengan sensor Automatic Identification System (AIS) untuk pemantau aktivitas maritim milik asing dalam memonitor pencurian ikan di perairan Indonesia.
Dengan adanya satelit LAPAN-A2 yang juga dilengkapi sistem sensor yang sama kini Kementerian ini mulai memanfaatkan teknologi anak bangsa.
"Ya kita berharap pemantauan dengan satelit milik LAPAN maksimal, bisa menekan biaya operasional pengawasan, syukur kalau bisa sampai 50 persen. Kalau gunakan satelit LAPAN kan tidak bayar, sama-sama lembaga negara," kata Eko.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardjanto mengatakan pemanfaatan teknologi satelit ini memungkinkan kapal pengawasan milik KKP untuk bergerak lebih efektif dan efisien dalam menangkap dan menindak kapal-kapal pencuri ikan maupun kapal yang merusak karang seperti yang terjadi di Raja Ampat belum lama ini.
"Dengan citra satelit jadi bisa terlihat posisi pasti kapal pencuri ikan, jadi kapal pengawas tidak perlu lagi bergerak seperti setrika untuk mencari kapal pencuri ikan. Jadi lebih hemat bahan bakar," kata Rifky.
Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa LAPAN Rika Andiarti mengatakan sebelumnya penandatanganan MoU kali ini juga sudah ada kesepakatan kerja sama antara LAPAN dan KKP pada 2015.
Dari kesepakatan itu sudah ada beberapa kegiatan penginderaan jauh di zona penangkapan ikan, dan hasilnya sudah dapat umpan balik positif dari nelayan. Kali ini kerja sama lebih jauh lagi dilakukan untuk pemanfaatan teknologi antariksa untuk pengawasan perikanan dengan satelit dan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV).
Meski sensor AIS dari satelit LAPAN-A2 belum bisa untuk memantau secara penuh perairan Indonesia, namun teknologi antariksa ini bisa menjadi pelengkap dari sistem pengawasan perairan yang sudah ada di Indonesia.
Untuk UAV, Rika mengatakan sejauh ini sudah dimanfaatkan untuk memonitor titik api kebakaran hutan dan lahan (karhutla), bencana longsor dan banjir hingga pembalakan liar. Selain itu, juga sudah dicoba untuk melakukan pemetaan titik garis pantai tertentu yang tidak bisa dilakukan oleh satelit.
"Kali ini akan digunakan untuk pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Buat LAPAN ini tantangan tersendiri, selain menaikkan kompetensi juga utk meningkatkan penggunaan teknologi yang sudah dikembangkan sendiri, harapannya bisa diaplikasikan dengan baik," ujar Rika.