REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengakui Iran telah mematuhi kesepakatan nuklir yang dibuat pada 2015 dengan negara-negara kekuatan dunia, termasuk Cina, Rusia, dan Inggris. Kendati demikian, kepatuhan Iran tidak menjadi satu-satunya tolak ukur dari kesepakatan tersebut.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson mengatakan tinjauan terhadap Iran tidak hanya akan dilihat dari kepatuhan mereka terhadap kesepakatan nuklir, tapi juga tindakan mereka di Timur Tengah (Timteng).
Tillerson mengkhawatirkan Iran masih menjadi sponsor atau penyokong kelompok teror di Timteng. Ia menuduh Iran telah meruntuhkan kepentingan AS di Irak, Suriah, dan Yaman. "Kebijakan Iran yang komprehensif mengharuskan kita mengatasi semua ancaman yang ditimbulkan oleh Iran dan jelas jumlahnya banyak," ucap Tillerson, seperti dilaporkan laman BBC, Kamis (20/4).
Selain itu, Tillerson juga menuding Iran masih berpotensi melakukan tindakan dan provokasi seperti Korea Utara (Korut) melalui senjata nuklirnya. "Iran yang tak terkendali memiliki potensi melakukan perjalanan yang sama seperti Korut," ujarnya.
Kendati demikian, Iran telah berulang kali membantah tudingan Barat terhadapnya. Iran mengklaim mereka tidak pernah mengembangkan senjata nuklir jenis apa pun.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump juga mengakui Iran telah mematuhi kesepakatan nuklir yang dibuat pada 2015. Namun, Trump juga menyebut kesepakatan nuklir tersebut merupakan kesepakatan terburuk yang pernah ada.
Cara pandang Trump terkait kesepakatan nuklir Iran berbeda dengan pendahulunya, Barack Obama. Kala itu Obama berpendapat kesepakatan nuklir yang ditandatangani bersama negara-negara kekuatan dunia merupakan cara terbaik untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklirnya.