REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Siti mendapat tawaran menarik, yang membuatnya merasa beruntung ketika itu. Ia ditawarkan bekerja sebagai asisten rumah tangga di luar negeri dengan upah yang besar.
Dengan iming-iming gaji tinggi yang tak akan ia dapatkan jika bekerja di Tanah Air, perempuan berusia 14 tahun itu diminta oleh orang tuanya menerima tawaran tersebut. Namun ada satu masalah yang mengganjal dirinya.
Siti masih di bawah umur untuk diizinkan bekerja secara legal di luar negeri. Tetapi, saat itu orang yang menawarkan ia bekerja mengatakan dapat mengurus dokumen-dokumen, salah satunya adalah paspor palsu untuk memuluskan keberangkatannya.
Paspor Siti dibuat dengan menggunakan tanggal lahir yang diubah. Di sana, disebutkan bahwa ia berusia 23 tahun. Untuk lebih meyakinkan, penampilan Siti pun dibuat lebih dewasa.
"Mereka mengajarkan saya berbohong tentang usia saya, bahkan mereka juga mendandani saya agar tampak lebih dewasa," ujar Siti.
Selama ini, banyak agen perekrutan ilegal yang mencoba melakukan perdagangan manusia. Termasuk anak-anak yang kerap menjadi korban utama.
Kebanyakan dari korban agen-agen tersebut dibawa ke Hong Kong dan Singapura, serta beberapa negara lainnya di Asia. Mereka rata-rata bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan menggunakan dokumen palsu, bahkan menyuap pejabat negara untuk mempermudah kejahatan tersebut.
Tak hanya membuat korban menghadapi kemungkinan dihukum karena memiliki dokumen palsu, mereka juga dibuat menderita sebelum dan selama bekerja di luar negeri. Seperti Siti yang menceritakan pengalamannya pertama kali di Singapura.
Ia saat itu bekerja untuk sebuah keluarga asal Swiss. Namun, tidak sesuai janji dengan agen yang merekrutnya, ia hanya dibayar 20 dolar untuk 14 bulan bekerja. Kemudian, bagian paling buruk adalah ia diberikan mie instan untuk makan setiap hari.
"Saya menangis setiap hari karena kelaparan," kata Siti.
Saat Siti meminta seluruh upahnya, agen tersebut tidak memberikan respon. Sebaliknya, Siti justru dipindahkan ke tempat lain untuk bekerja, namun masih di sekitar Singapura.
Ada lebih dari 340 ribu pekerja rumah tangga asing di Hong Kong. Lebih dari setengah jumlah tersebut berasal dari Filipina dan Indonesia.
Meski banyak pekerja yang datang melalui jalur legal, namun tidak dengan anak-anak. Mereka kerap menjadi korban kejahatan karena dianggap sebagai mangsa termudah dalam jaringan perdagangan manusia.