REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Pengacara Muslim yang juga anggota Tim Advokasi M Al Khaththath, Achmad Michdan mengatakan, penahanan kliennya terkait indikasi makar merupakan tindakan diskriminatif. Ia mengatakan, kepolisian telah berlaku tidak adil dalam melakukan penegakan hukum.
“Kami merasa polisi melakukan diskriminasi dan kriminalisasi dalam penegakan hukum. Jadi menurut hemat saya penangkapan ini adalah bentuk ketidakadilan, terkesan ulama dikriminalisasi,” kata Achmad di Gedung Kompolnas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (20/4).
Ia pun membandingkan penangkapan yang dilakukan Al Khaththath dengan penanganan kasus penistaan agama terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Menurutnya, ada perlakuan yang berbeda antara kliennya dengan Basuki. “Nah Ini untuk kasus Ahok ada gelar perkara dulu, ahli-ahli yang pro kontra dikumpulkan. Sedangkan yang lain langsung ditangkap,” ujar Achmad.
Achmad mengatakan, tindakan penistaan agama seharusnya ditindak secara lebih berat. Hal ini merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 11 tahun 1964.
“Misalnya kaitan dengan dulu penegakan hukum di tahun 64 ada surat edaran Mahkamah Agung supaya dilakukan pemberatan terhadap pelaku penistaan agama” ujar Wakil Ketua Tim Pengacara Muslim itu.
Achamd mengatakan, kepolisian seharusnya tidak menjadi alat kekuasaan pemerintah. Menurutnya, polisi harus berlaku adil kepada masyarakat dalam melaksanakan wewenangnya. “Jadi Polri itu pintu terdepan dalam konteks penegakan hukum supaya tidak menjadi alat kekuasaan. Polri harus mempunyai kebijakan-kebijakan yang berkeadilan,” kata dia.