REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kasus pembunuhan sadis terhadap dua keluarga yang terjadi di Medan tidak bisa menjadi indikator bahwa kota ini tidak aman. Hal ini disampaikan Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala saat berada di Medan, Kamis (20/4).
Adrianus mengatakan, dua kasus pembunuhan sadis tersebut termasuk dalam golongan kejahatan ekstrem yang langka dan tidak selalu mudah terjadi.
"Jadi hal tersebut jangan memicu pikiran ekstrem bahwa Medan tidak aman, tidak bisa begitu," kata Adrianus, Kamis (20/4).
Pembunuhan sadis menimpa dua keluarga di Medan pada waktu dan tempat berbeda. Pembunuhan dengan cara pembakaran rumah menewaskan empat orang terjadi di Jl Milala, Sidomulyo, Medan Tuntungan, Rabu (5/4). Beberapa hari kemudian, lima orang yang merupakan satu keluarga juga dibunuh dengan sadis di rumah mereka di Jl Mangaan, Mabar, Medan Deli, Ahad (9/4).
Menurut Adrianus, secara teori, dua kasus pembunuhan sekeluarga di Medan tersebut berbeda dengan kasus kekerasan sadis pada umumnya. Biasanya, aksi sadis yang disebut kekerasan aksesif seperti ini dilatarbelakangi oleh faktor cemburu, etnis maupun motif kolektif atau unsur kelompok.
"Kekerasan aksesif itu melakukan hal yang lebih dari cukup untuk membuat korban mati. Yang di Medan ini kan justru motif ekonomi, di luar itu. Kalau itu terjadi berarti ada pergeseran hebat di Sumatra Utara," ujar dia.
Adrianus mengatakan, salah satu solusi untuk mencegah aksi yang sama terulang, yakni kecekatan polisi untuk hadir di tengah masyarakat dan memberikan perlindungan. Hal ini, lanjutnya, dikarenakan salah satu faktor yang membuat pembunuhan kerap terjadi adalah aksi mereka tidak terendus polisi.
"Ketika dia pernah melakukan pembunuhan dan tidak terungkap serta pelaku memperoleh keuntungan dari aksi itu, maka akan ada kecenderungan dia untuk mengulanginya," kata Adrianus.