REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Saat ini ada tujuh rumah sakit dan 164 Puskesmas di Jawa Tengah (Jateng) yang dicanangkan akan membuka layanan kesehatan tradisional. Namun demikian jumlah tenaga kesehatan tradisional yang tersertifikasi masih sangat terbatas. Terutama untuk SDM yang ahli di bidang jamu.
Bahkan Sekretaris Dinas Kesehatan Jateng, Suharsi menyampaikan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi kesehatan tradisional belum mampu mencukupi kebutuhan di lapangan. "Jumlahnya (SDM) masih sedikit. Makanya perlu ada penguatan. Antara lain melalui pendidikan kesehatan tradisional," ujarnya saat ditemui di Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Surakarta, Kamis (20/4).
Suharsi menyampaikan, lembaga pendidikan penyedia SDM kesehatan tradisional juga masih sedikit. Di Indonesia saja hanya ada satu perguruan tinggi yang memiliki Jurusan Jamu, yaitu Poltekkes Kemenkes Surakarta. Namun kebanyakan lulusan jurusan jamu malah diserap oleh industri.
"Kami sendiri berharap nantinya alumnus jurusan jamu bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan tenaga pelayanan kesehatan tradisional," ujar Suharsi. Menurutnya pendidikan formal jurusan jamu sendiri sangat dibutuhkan untuk menghindari penyalahgunaan jamu.
Pasalnya di Jateng banyak sekali oknum pengoplos jamu yang justru membahayakan kesehatan masyarakat. Padahal secara prinsip jamu merupakan salah satu metode preventif untuk memelihara kesehatan seseorang.
Meski demikian, Suharsi mengatakan, Pemprov Jateng siap untuk menyelenggarakan kesehatan tradisional di 35 kabupaten/kota. "Pada dasarnya sekarang ini merupakan masa transisi untuk menyiapkan pelayanan kesehatan tradisional," katanya. Adapun berdasarkan rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pelaksanaan pelayanan kesehatan tradisional di Jateng sendiri ditargetkan dapat berjalan pada 2019.
Sementara itu Ketua Jurusan Jamu Poltekkes Kemenkes Surakarta, Indarto menuturkan, saat ini Ahli Madya Jamu yang lulus dari institusinya sudah memiliki surat tanda registrasi (STR) dari Kemenkes. Dengan begitu mereka telah memperoleh pengakuan sebagai bagian dari ahli kesehatan.
Meski jumlah lulusan jurusan jamu sangat terbatas, yakni 100 orang per tahun, Indarto menuturkan mereka memiliki kompetensi yang mumpuni. Hal ini terbukti dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup baik.
"Tapi kebanyakan lulusan kami memang masih bekerja di industri. Seperti di perusahaan jamu, klinik kecantikan, dan balai besar jamu di Tawangmangu," ujarnya. Selain mampu meracik obat tradisional, lulusan jurusan jamu juga memiliki kemampuan untuk memproduksi berbagai jenis jamu kecantikan.