REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, AS Hikam menilai jika DPR tetap memaksakan hak angket terhadap KPK, hal tersebut hanya akan menambah rusaknya martabat DPR di mata rakyat Indonesia. Meski hak angket adalah hak dan sah dilakukan DPR, namun hal tersebut dianggap tidak sesuai dengan keperluan dan tidak efektif.
"Bagi saya hak angket tersebut memang hak DPR yang sah, tapi jika dipaksakan digelar hanya akan menambah hancurnya martabat DPR di mata rakyat Indonesia, dan rakyat pastinya akan memperkuat dukungan terhadap KPK," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (21/4).
Sebelumnya, komisi III DPR RI berencana untuk menggulirkan hak angket dan membentuk pansuis angket untuk mendesak KPK membuka rekaman BAP tersangka pemberi keterangan palsu KTP-el Miryam S. Haryani.
Adapun fraksi yang menyatakan setuju digulirkannya hak angket adalah, Golkar, Gerindra, Demokrat, PDIP, NasDem , dan PPP. Sedangkan, fraksi lain seperti Hanura, PAN dan PKS masi akan berkonsultasi dengan pimpinan fraksi, dan PKB hingga kini belum ada sikap resmi.
Menggulirkan hak angket dalam persoalan KTP-el, menurut Hikam, DPR akan terkesan sedang mencari-cari jalan untuk mengganggu manver politik dan upaya mengamandemen UU KPK. Bahkan, lanjut Hikam, beberapa kali muncul statement untuk membubarkan lembaga antirasuah yang didukung dan dipercayai rakyat.
"Nah saya semakin yakin, hak angket DPR itu akan memperkuat dukungan terhadap KPK dan menambah hancurnya DPR di mata rakyat, apalagi karena pada kasus KTP-el yang diperiksa oleh KPK adalah oknum-oknum politisi DPR," jelasnya.
Hikam mengatakan, DPR bisa saja memanggil KPK dalam Rapar Dengar Pendapat (RDP) dan meminta penjelasan mengenai proses penanganan kasus KTP-el. Tetapi, rakyat juga berhak menilai apa yang dilakukan DPR dalam RDP, karena forum tersebut digelar secara terbuka.
"Jika seperti demikian, maka akan lebih fair," tegas Hikam.