REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Kepolisian Resor Mimika, Papua mengingatkan karyawan PT Freeport Indonesia yang berencana menggelar mogok kerja mulai 1-31 Mei 2017 agar tidak mengganggu kepentingan umum dan kenyamanan orang lain yang ingin bekerja di area perusahaan tambang itu.
"Mogok kerja sudah ada aturannya. Jangan mengganggu ketertiban umum dan keamanan orang lain yang mau bekerja. Tidak boleh ada yang menghalang-halangi orang yang mau berangkat kerja, pemaksaan kehendak atau intimidasi terhadap pekerja lain," kata Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon di Timika, Sabtu (22/4).
Hingga kini Polres Mimika belum menerima surat pemberitahuan rencana mogok kerja karyawan PT Freeport Indonesia yang digagas Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI PT Freeport tersebut. Rencana mogok kerja karyawan PT Freeport selama sebulan penuh yang dimulai bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Sedunia (May Day) sebagai bentuk protes atas kebijakan manajemen yang merumahkan (forelock) ribuan karyawan sejak ahir Februari, penghapusan sistem outsourching dan penghentian tindakan kriminalisasi pekerja.
Polres Mimika menegaskan kegiatan demonstrasi maupun mogok kerja merupakan hak pekerja, namun hal itu harus dilakukan melalui prosedur yang benar serta tidak sampai mengganggu kepentingan umum dan kenyamanan orang lain yang masih tetap ingin bekerja.
"Kami minta rekan-rekan serikat pekerja agar bersikap fair. Yang tidak mau kerja, silakan. Tapi jangan menghalang-halangi rekan mereka yang mau kerja, apalagi sampai melakukan intimidasi dan pemaksaan kehendak," ujar Victor.
Ia menegaskan, polisi akan berupaya maksimal menjaga ketertiban umum serta memberikan perlindungan, pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat, termasuk pekerja PT Freeport Indonesia yang ingin tetap bekerja di saat rekan-rekan mereka melakukan mogok kerja.
Sebelumnya, Anggota Tim Advokasi PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Tri Puspita mengatakan rencana mogok kerja ribuan karyawan Freeport yang diikuti perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport akan berlaku efektif mulai 1 Mei 2017. "Ada tiga tuntutan utama kami yaitu meminta manajemen PT Freeport agar menghentikan kebijakan forelock dan mengembalikan semua karyawan yang telah dinyatakan forelock ke tempat kerja semula. Kami juga mendesak manajemen PT Freeport agar menghentikan segala bentuk dan upaya kriminalisasi pekerja," kata Tri Puspita.
Ia mengatakan sebagian dari karyawan PT Freeport yang terkena kebijakan forelock merupakan perwakilan pengurus SPSI di tingkat departemen (komisariat). "Hampir 40 persen rekan-rekan kami dari komisariat yang terkena kebijakan forelock. Terdapat indikasi kuat manajemen perusahaan mau menghabiskan seluruh pengurus serikat pekerja dengan menggunakan alasan efisiensi. Mereka menjadikan momentum yang ada sekarang untuk mengurangi fungsionaris organisasi PUK SP-KEP SPSI," kata Tri.
Sesuai laporan yang diterima Disnakertrans-PR Mimika, total karyawan PT Freeport dan perusahaan-perusahaan subkontraktornya yang telah dirumahkan dan diPHK perusahaan tempat mereka bekerja sebanyak 4.647 orang. Rinciannya, yaitu karyawan permanen Freeport sebanyak 1.190 orang yang terdiri atas karyawan Papua sebanyak 59 orang dan karyawan non-Papua sebanyak 1.096 orang serta tenaga kerja asing (expatriat) sebanyak 35 orang. Ribuan karyawan Freeport (karyawan Indonesia) itu dikenakan program dirumahkan (forelock), sedangkan bagi tenaga kerja asing langsung dinyatakan PHK.