REPUBLIKA.CO.ID,PARIS -- Tragedi baku tembak di kota Champs Elysees,Kamis (20/4) malam, yang menewaskan satu orang polisi bernama Xafier Jugele, berdampak pada kampanye dan pemilu presiden yang akan digelar pada 23 April dan 7 Mei 2017.
Meskipun kandidat setuju untuk menunda kampanye mereka pada Jumat, (21/4), perdana menteri Prancis Bernard Cazeneuve 'menyerang' kandidat calon presiden dari kelompok nasionalis kanan, Marine Le Pen, atas reaksinya terhadap penembakan seorang petugas polisi di Champs Elysees tersebut.
Cazeneuve, seorang anggota partai sosialis Prancis, dikutip dari www.breithbart.com, mengatakan pada pers bahwa kandidat nasionalis kanan Marine Le Pen ingin mengeksploitasi serangan tersebut untuk melanjutkan laporan kepresidenannya. Cazeneuve menuduh Le Pen dan kandidat Partai Republik Francois Fillon berlebihan dalam menanggapi dan mengomentari tragedi penembakan di Champs Elysees.
Sebelumnya, Le Pen mengatakan, "sekali lagi, petugas polisi kami yang menjadi sasaran atau teror ini, lalu siapa yang akan membayar harga darah dalam perang melawan Islamisme."
Calon populis tersebut lalu menganjurkan adanya penangkapan tersangka ekstremis Islam radikal, dan segera dideportasi. Ia mengatakan ideologi Islam tidak harus tetap di Prancis. Organisasi salafis seperti cabang Ikhwanul Muslimin harus dilarang, para pengkhotbah yang menebar kebencian juga harus diusir, dan masjid-masjid mesti ditutup.
Dari pernyataan tersebut, Cazeneuve mengatakan, komentar Le Pen terlalu berlebihan. Adapun tentang memperketat wilayah perbatasan, sejauh ini tidak ada bukti jelas bahwa imigran memiliki peran dalam teror tersebut.
Karena, lanjut Cazeneuve, dalam serangan teror terakhir, seperti penembakan di club malam Bataclan, terungkap bahwa beberapa dari mereka yang terlibat, telah datang ke Prancis melalui rute Balkan selama krisis migran.