REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina lebih santun terhadap Indonesia dibandingkan dengan menghadapi negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Demikian pendapat pengamat senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Christine Susanna Tjhin.
"Indonesia dianggap penting. Makanya Tiongkok berhati-hati agar tidak sampai merusak hubungan bilateral dengan Indonesia," katanya dalam pernyataan tertulisnya kepada Antara di Beijing, Sabtu malam.
Oleh karena ingin melestarikan hubungan bilateralnya, jelas dia, Pemerintah Cina tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia, termasuk Pemilihan Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Demikian pula media-media di daratan Cina tidak banyak menyoroti Pilkada DKI, meskipun salah satu kandidat, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, beretnis Tionghoa. "Saya pikir akan sangat tidak bijak jika pemerintah RRC sembarangan berkomentar tentang situasi politik Tionghoa di Indonesia," kata kandidat doktor dari Peking University, Beijing, itu.
Apalagi menurut dia, Pemerintah Cina sangat berhati-hati dalam menyikapi penyebaran berita palsu (hoax) terkait tuduhan upaya intervensi Cina dalam Pilkada DKI pada 2012 dan 2017. "Makanya mereka tidak akan menyampaikan komentar yang tidak perlu mengenai Ahok," katanya menambahkan.
Ia mengaku selalu mengingatkan koleganya di China dalam menyikapi berbagai persoalan di Indonesia agar tidak merusak hubungan kedua negara. "Jangan sampai diplomat-diplomat RRT di Indonesia bersikap seperti diplomat RRT di Malaysia yang tidak ragu berkomentar soal politik warga Malaysia keturunan," ujar Christine.
Kalau pun media-media di China memberitakan peristiwa politik di Indonesia, menurut dia, kebanyakan mengutip media asing.
Sementara itu, dalam "press briefing" harian di Beijing, Jumat (21/4), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lu Kang, tidak bersedia mengomentari hasil Pilkada DKI terkait dampaknya terhadap investor China.
"Kebijakan kami adalah tidak memberikan komentar terhadap urusan dalam negeri negara lain. Hal itu (Pilkada Jakarta) urusan dalam negeri Indonesia," katanya.