Oleh: Lukman Hakiem*
Bersamaan dengan peringatan Isra Mi'raj 27 Rajab 1364/8 Juli 1945, diresmikan pembukaan Sekolah Tinggi Islam (STI) di gedung Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) di Jalan van Heutz Boulevard (sekarang Jalan Teuku Umar) No. 1, Jakarta.
Sebagai pengganti Majelis Islam 'Ala Indonesia (MIAI), Masyumi di masa pendudukan Jepang adalah suatu organisasi gabungan yang merupakan majelis dari wakil-wakil Pengurus Besar empat perkumpulan Islam, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Perikatan Ummat Islam (PUI), dan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII).
Berdirinya STI, tentu saja disambut gembira oleh umat Islam yang sejak tahun 1930-an telah merencanakan pembentukan Pesantren Luhur. Terhalang oleh pecahnya perang dunia, gagasan itu terpaksa diendapkan.
Pemimpin pergerakan nasional Ir Sukarno dalam sambutan pada peresmian STI, antara lain mengharapkan agar STI menjadi pusat ilmu pengetahuan keislaman dari seluruh Asia seperti dahulu Nalanda (Sriwijaya) pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan tentang agama Budha.
KH Abdul Kahar Mudzakkir ditunjuk menjadi Rektor STI, sedangkan staf pengajar terdiri dari para ahli dari berbagai golongan.
Seiring dengan perpindahan ibukota, pada 1946 STI hijrah ke Yogyakarta, dan kelak berubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Menurut hitungan Hijriah, UII kini berusia 74 tahun.
Nah, tepat tiga pekan sesudah pembukaan STI, pada 29 Juli 1945 diresmikan Balai Muslimin Indonesia (BMI) di Jalan Kramat Raya 19, Jakarta. Gedung BMI ini pada zaman Belanda adalah Hotel 'Binnenhof'. Oleh Jawatan Perumahan Rakyat, hotel ini diambil alih dan dijadikan penginapan untuk para pejabat daerah yang berkunjung ke Jakarta. Karena itu, gedung ini pernah populer dengan nama Penginapan Pera.
Oleh tentara pendudukan Jepang, Penginapan Pera diserahkan kepada Masyumi untuk difungsikan menjadi tempat menginap para ulama dan tokoh-tokoh Islam jika sedang berkunjung ke Jakarta. Juga sebagai asrama mahasiswa STI.
KH A Wahid Hasjim, KH A Kahar Mudzakkir, dan Ir Sukarno yang hadir dan memberi sambutan pada peresmian itu, sama-sama mengharapkan agar BMI bermanfaat bagi kepentingan kaum Muslimin dan bangsa Indonesia.
Dalam sambutannya, Bung Karno menyelipkan pesan agar umat Islam tetap memegang ikrar untuk mencapai Indonesia merdeka. "Teguhkanlah iman kita. Berdirilah bulat di belakang putusan-putusan Badan Penyelidik Persiapan Indonesia Merdeka," ujar Bung Karno.
Bung Karno adalah anggota Badan Untuk Menyelidiki Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan yang populer dengan nama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).