REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyayangkan masih tingginya angka kematian ibu 136,8/100.000 kelahiran hidup di wilayah ini. Ketua Fraksi PKB DPRD Kulon Progo Sihabbudin di Kulon Progo, mengatakan target kematian ibu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2011-2016 sebesar 53,21/100.00 kelahiran hidup namun sampai saat ini baru terealiasi 136,8/100.000 kelahiran hidup (KH).
"Kami melihat tidak ada upaya serius untuk menekan angka kematian ibu. Berdasarkan laporan angka kematian ibu di Kulon Progo masih tinggi," kata Sihabbudin Senin (24/4). Menurut dia, pemkab melalui Dinas Kesehatan harus melakukan evaluasi secara menyeluruh, titik kelemahan dalam upaya menekah kematian ibu melahiran.
Kader kesehatan yang ada di setiap dusun harus dievaluasi hingga rumah sakit yang memberikan pelayanan persalinan harus dievaluasi. "Kami minta pemkab serius menekan kematian ibu melahirkan. Ke depan, upaya menekan kematian ibu menjadi prioritas utama bidang kesehatan," katanya.
Sebelumnya, Angka Kematian Ibu (AKI) di Kulon Progo tercatat mengalami peningkatan pada 2016 lalu. Optimalisasi berbagai program terkait layanan ibu hamil pun dilakukan untuk menekan jumlah kasus kematian.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kulonprogo, AKI diketahui mencapai 136,98 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2016. Angka itu meningkat cukup signifikan dibanding 2015 yang tercatat sebesar 38,22 per 100.000 KH. Kalau dijabarkan dalam data absolut, jumlah kematian ibu sepanjang 2016 mencapai tujuh kasus, sedangkan tahun sebelumnya hanya dua kasus.
Kepala Dinkes Kulon Progo Bambang Haryatno mengatakan, jumlah kasus ibu hamil beresiko tinggi memang cukup tinggi di Kulon Progo. Kondisi itu kemudian berpengaruh terhadap AKI. "Angka itu memang fluktuatif, masih naik-turun. Kecenderungan kasusnya juga bergeser sehingga kita harus kerja untuk memantau proses kelahiran dengan menemukan kasus risiko tinggi sedini mungkin," kata Bambang.
Bambang memaparkan kasus kematian ibu sebelum 2010 cenderung disebabkan karena pendarahan langsung. Namun, penyebab kematian ibu telah menjadi semakin kompleks dalam beberapa tahun terakhir, mulai dari adanya penyakit kronis hingga masalah sosial.
Sebelumnya, program Menuju Persalinan Sehat (MPS) online dinilai cukup efektif untuk menekan AKI. Koordinasi terpadu dilakukan secara cepat untuk menangani kejadian darurat.
Namun, Bambang menyadari jika masih banyak ibu hamil berisiko tinggi yang belum terdeteksi sejak dini. Kondisi itu lalu coba diatasi dengan menerapkan layanan sms gateway dengan mengerahkan kader kesehatan di tingkat desa. Mereka diminta segera melapor apabila menemukan ibu hamil berisiko tinggi. "Setiap informasi terbaru bakal langsung diterima berbagai pihak terkait sehingga mempercepat langkah tindak lanjut," katanya.