REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Emmanuel Macron menjadi salah satu kandidat presiden Prancis yang lolos ke pemilihan putaran kedua selain tokoh sayap kanan Marine Le Pen. Macron dikenal sebagai 'sayap tengah', tidak di sayap kiri dan tidak di sayap kanan. Uniknya, mantan bankir investasi ini tak pernah memegang jabatan karena pemilihan sebelumnya.
Seorang pebisnis berusia 39 tahun, berpenampilan rapi, dan mantan menteri keuangan itu memimpin pergerakan politik independen En Marche (perubahan). Dalam buku barunya Revolution yang dirilis pada November lalu, Macron mendeskripsikan dirinya sebagai antara sayap kanan dan kiri, dan seorang liberalis. Reformis tegas pada isu-isu kiri, isu sosial, termasuk pada kebebasan mempraktikkan agama di negara sekuler, kesetaraan dan imigrasi.
Berikut ini sosok Macron, dilansir dari Telegraph, Senin (24/4).
Pendidikan
Putra dari kedua orang tua yang berprofesi sebagai dokter itu dibesarkan di kota Amiens, Picardy. Ia bersekolah di Yesuit La Providence di kota asalnya sebelum pindah ke Paris untuk lulus sarjana muda di sebuah sekolah ternama Lycèe Henri-VI. Kemudian dia melanjutkan studinya di Sciences Po atau Paris Institute of Political Study, sebuah institut ilmu politik.
Di sisi lain dia juga pernah memenangkan penghargaan sebagai seorang pianis. Dia juga memiliki gelar master filsafat, yang tercermin dalam pidatonya. Dia bahkan sempat menjadi asisten seorang filsuf ternama Paul Ricoer.
Sama seperti Presiden Francois Hollande, Macron pernah belajar di I'ENA untuk pegawai negeri dan pemimpin politik masa depan. Dia masuk dalam 15 besar lulusan terbaik bersama serangkaian tokoh yang kemudian mengambil peran politik utama di Prancis.
Baca: Macron Sampaikan Pidato Kemenangan di Pilpres Prancis Putaran I
Karier Politik
Setelah sukses mengambil posisi bergengsi di perbendaharaan Prancis, Macron menjabat sebagai wakil pelapor di komisi peningkatan pertumbuhan ekonomi Prancis yang dipimpin oleh Jacques Attali.
Pada 2008 dia tak lagi memiliki jabatan publik dan bergabung dengan Bank Rotschild. Ia dengan cepat menyatu dengan profesi barunya dan berhasil membantu menutup kesepakatan bernilai miliaran pound antara Nestle dan Pfizer.
Macron pernah bergabung dengan Hollande di Istana Elysèe sebqgai sekretaris deputi pro-bisnis. Ia menjadi penasihat reformasi ekonomi. Media menjuluki pendatang baru itu sebagai 'Mozart of the Elysèe'.
Lalu Macron dijadikan sebagai Menteri Ekonomi pada 2014. Ia menjadi menteri ekonomi termuda sejak Giscard d'Estaing yang kemudian menjadi presiden. Macron memutuskan berhenti pada musim panas lalu untuk membentuk partainya sendiri.
"Saya telah melihat kekosongan sistem politik kita dari dalam. Saya tidak sepakat dengan sistem ini," kata Macron dalam sebuah pidatonya yang menyerukan revolusi demokratis. Namun ia belum membeberkan rencana rincian tindakan untuk itu.