Selasa 25 Apr 2017 00:43 WIB

Pakar: Kenapa yang Lain Tuntutan Maksimal, Ahok Percobaan

Rep: Santi Sopia/ Red: Budi Raharjo
 Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan dengan terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan dengan terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Akhiar Salmi menanggapi banyaknya sinyalemen kejanggalan dalam tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terkait kasus penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Menurut Akhiar, soal dugaan intervensi, terutama politisasi hukum mungkin sulit dibuktikan. Tetapi publik bisa membandingkan dengan tuntutan pidana pada umumnya.

"Bandingan dengan jaksa di kasus Jessica (pembunuhan sianida). Gregetnya aja gitu. Yang ini (Ahok), kurang greget. Kemudian masalah tuntutannya dengan Pasal 156, ada politik atau enggak, kenapa bedanya silakan tanya para politisi, tapi kalau segi hukum pidana, tuntutan percobaan itu belum ada sebelumnya, itu apakah keragu-raguan jaksa atau bagaimana," ujar Akhiar kepada Republika.co.id, Senin (24/4).

Begitu juga dengan tuntutan jaksa di kasus penistaan agama lainnya. Menurut dia, jaksa menuntut hukuman maksimal bukan masa percobaan.

"Kenapa enggak dituntut maksimal? Yang lain kan maksimal. Baru ini setahu saya pidana yang dituntut percobaan. Saya tidak bisa bilang belum pernah ada dalam sejarah karena datanya enggak pegang, tapi paling enggak yang saya tahu," katanya menambahkan.

Dia mengatakan, sejatinya hakim belum tentu setuju dengan tuntutan jaksa. Tidak tertutup kemungkinan juga kalau hakim mengacu Pasal 156a, berbeda dengan jaksa yang menuntut dengan Pasal 156.

Kalau hakim yakin terdakwa bersalah, kata Akhiar, belum tentu juga Ahok dituntut masa percobaan. Bisa juga Ahok dipidana maupun dibebaskan dari tuntutan.

Kalaupun dipidana, putusan hakim bisa sama dengan tuntutan jaksa ataupun tidak. Yang penting, dia menambahkan, hakim tidak melebihi ketentuan undang-undang dalam menjatuhkan hukuman. Hakim bisa menjatuhkan hukuman lebih berat maupun lebih ringan dari tuntutan jaksa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement