Selasa 25 Apr 2017 14:22 WIB

KPK Periksa Politikus Partai Golkar Terkait Kasus Suap Bakamla

Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/2).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- KPK memeriksa anggota Komisi I DPR dari fraksi Golkar Fayakhun Andriadi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Fayakhun tidak berkomentar apapun mengenai pemeriksaannya tersebut.

"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka NH (Nofel Hasan)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (25/4).

Nofel Hasan adalah Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla yang juga berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla pada 2016. Dalam dakwaan Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, Nofel disebut menerima 104.500 dolar Singapura yang diberikan Fahmi melalui anak buah Fahmi, Adami dan Hardy.

Sebelumnya KPK sudah menetapkan empat orang dalam perkara ini yaitu tersangka penerima suap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 karena diduga menerima suap sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro, dan tiga tersangka pemberi suap yaitu Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta.

Selain Eko dan Novel, suap juga diduga mengalir ke Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta, sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp120 juta. Sedangkan Kabakamla Arie Sudewo dalam dakwaan disebut meminta jatah 7,5 persen dari total anggaran pengadaan proyek monitoring satellite (satmon) di Bakamla.

Permintaan itu disampaikan pada sekitar Oktober 2016 di ruangan Arie yang menyampaikan kepada Eko Susilo Hadi agar meminta jatah 15 persen nilai pengadaan untuk Kabakamla, sedangkan 7,5 persen untuk Bakamla dan akan diberikan dulu sebesar 2 persen.

Adami Okta dan Hardy Stefanus juga memberikan 6 persen dari anggaran awal yaitu Rp400 miliar sebesar Rp24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di hotel Ritz Carlton Kuningan. Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk "main proyek" dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

Fahmi Darmawansyah pun pernah menyebutkan berdasarkan keterangan Ali Fahmi kepadanya bahwa uang Rp24 miliar dari Fahmi Darmawansyah diberikan ke pihak-pihak lain seperti Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas, dan Kementerian Keuangan.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement