Selasa 25 Apr 2017 15:57 WIB

Ini Penjelasan PT KAI Soal Penertiban di Manggarai

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ani Nursalikah
Ratusan warga RW 12 Manggarai gelar aksi di depan gedung Ombudsman Republik Indonesia, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan terkait rencana penggusuran tempat tinggal mereka untuk proyek Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta.
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Ratusan warga RW 12 Manggarai gelar aksi di depan gedung Ombudsman Republik Indonesia, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan terkait rencana penggusuran tempat tinggal mereka untuk proyek Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (KAI) membeberkan keterangan terkait rencana penertiban yang akan dilakukan pada tempat tinggal warga di Jalan Sahardjo, RW 12, Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan. Terakhir kali, PT KAI melayangkan surat pemberitahuan ketiga tertanggal 25 April 2017 sebelum pukul 23.59 WIB agar warga mengosongkan tempat tinggalnya.

Senior Manager Humas PT KAI, Suprapto menjelaskan PT KAI akan mengambil tindakan lebih lanjut jika warga tidak mengosongkan tempat tinggalnya sebelum waktu yang ditentukan. Lokasi yang dimaksud, menurut Suprapto pada 11 bangunan di RW 12. "Sama seperti SP 1," kata Suprapto ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (25/4).

Adapun 11 bangunan itu, menurut KAI seluas 1.050 meter persegi, empat bangunan hunian dan satu bengkel di RT 1 RW 12. Sedangkan sisanya, enam bangunan di RT 2 RW 12.

Berdasarkan keterangan yang diberikan Suprapto, PT KAI telah melakukan pendataan objek penertiban pada 2 Februari 2017. Bertolak belakang dengan pengakuan warga, PT KAI mengklaim telah melakukan sosialisasi pada 7 Maret 2017 di Ruang Kepala Stasiun Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan. Rapat itu, menurut KAI dihadiri Kepala RW 1, RT 1 dan RT 2.

Sabransyah, salah satu warga Manggarai yang juga hadir mengiyakan jika warga memang sempat dipanggil menghadiri panggilan KAI di Stasiun Manggarai. Namun, pemanggilan itu lebih seperti komunikasi satu arah.

"Jadi kayak dengerin radio, kita tidak diberi kesempatan mengungkapkan gagasan kita," ujar Sabransyah.

Suprapto melanjutkan, koordinasi PT KAI dilanjutkan dengan kewilayahan guna cipta kondisi bersama tiga pilar, yakni TNI, Polri dan Pemda. Dalam keterangannya, PT KAI juga mengadakan sosialisasi bersama tiga pilar tersebut, namun warga tidak hadir.

Menindaklanjuti proses itu, PT KAI melayangkan surat pemberitahuan pada warga. Tiga surat pemberitahuan penertiban hingga kini telah dikirim. Surat-surat itu tertanggal 3, 20 dan 25 April 2017.

Suprapto mengklaim PT KAI memiliki sertifikat atas lahan tersebut. Untuk itu, PT KAI berhak melakukan penertiban sesuai dengan prosedur yang berlaku untuk melangsungkan proyek pembangunan Kereta api bandara.

Namun, dalam berbagai kesempatan, Kuasa Hukum warga yang dimotori oleh Nasrul Dongoran dan Nurharis Wijaya dari PBHI menolak keabsahan surat tersebut karena warga telah menempati lahan itu sejak 1950-an. Artinya, menurut mereka, berdasarkan undang-undang, setelah 20 tahun menguasai fisik suatu lahan, warga memiliki hak guna. "20 tahun berikutnya harusnya warga sudah memiliki hak milik," ujar Nurharis.

Warga juga melakukan pembayaran pajak bumi dan bangunan. Warga mengakui memang belum memiliki hak atas kepemilikan tanah. Namun warga juga siap dan meminta bantuan pemerintah untuk membantu proses tersebut.

Untuk proyek pembangunan sendiri, menurut Sabransyah, warga siap mengikuti. Namun, prosedurnya harus jelas dan diketahui oleh warga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement