REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengelolaan sampah yang umum dilakukan di Indonesia baru sampai pada tahap penimbunan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Itu pun hanya 69 persen.
"Jumlah sampah yang dikompos dan didaur ulang baru mencapai 7 persen, selebihnya sampah tersebut dibakar," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tuti H. Mintarsih dalam acara lokakarya Pemanfaatan Teknologi Ramah Lingkungan dengan tema “Waste to Ethanol Systems” di Jakarta, Selasa (25/04).
Untuk itu pilihan-pilihan teknologi terapan yang tepat untuk pengelolaan limbah organik sangat diperlukan. Belum lama ini, sebuah jasa teknologi mengklaim memiliki teknologi ramah lingkungan yang dapat memproses sampah padat dengan output atau keluaran berupa ethanol, tidak mengeluarkan emisi ke udara dan limbah padatan yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak atau pupuk.
Dalam hal ini kata dia, adalah tugas pemerintah untuk mengkoordinasikan, mengembangkan dan mensosialisasikan penerapan teknologi ramah lingkungan hidup.
"Pemerintah sendiri telah mengembangkan Sistem Verifikasi Teknologi Ramah Lingkungan untuk meningkatkan kinerja teknologi ramah lingkungan oleh para pengguna teknologi," katanya melalui siaran resmi.
Pada lokakarya tersebut juga dilakukan verifikasi oleh Komite Teknis Verifikasi Teknologi Ramah Lingkungan terhadap kinerja penerapan teknologi pengolahan sampah dan limbah menjadi ethanol. Anggota komite terdiri dari perwakilan Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan, Direktorat teknis Kementerian LHK, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI) dan Asosiasi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Indonesia (APPLI).