REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Atas adanya ratusan anggota polisi yang dibawa PT KAI dalam upaya mediasi dan penertiban PT Kereta Api Indonesia (KAI), warga RW 12 Manggarai Tebet Jakarta Selatan mengaku kecewa. Warga menyayangkan cara yang ditempuh PT KAI sebagai cara yang tidak layak.
(Baca: Tolak Penggusuran, Warga RW 12 Manggarai Blokir Jalan)
Kuasa hukum warga dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Nasrul Dongoran menyampaikan penggunaaan aparat kepolisian sangat bertentangan dengan tugas pokok dan fungsi Polri. "Polri semestinya mengayomi masyarakat," kata dia di Manggarai, Jakarta Selatan, Rabu (26/4) sore.
Menurut Nasrul, keterlibatan aparat kepolisian ini menunjukkan Polri sebagai alat kekuasaan dari PT KAI. Untuk itu, menurut Nasrul warga mengutuk keras keterlibatan aparat dalam sengketa lahan antara warga dengan PT KAI. Nasrul menambahkan pihaknya akan mengambil langkah dalam menyikapi keterlibatan Polri itu.
Koordinator PBHI Simon Fernando Tambunan mempertanyakan kewenangan polisi dalam kasus ini. Simon mengatakan, perkara ini merupakan perbedaan presepsi kepemilikan lahan. Hal ini, menurut dia bukan ranah yang bisa dimasuki kepolisian, tapi ranah perdata.
Simon menambahkan, ranah yang bisa dimasuki kepolisian adalah ranah perdata. Kemudian pencegahan terjadinya tindak pidana juga merupakan ranah kepolisian. Menurut Simon, Jika polisi ikut serta dalam sengketa lahan yg baru diakui secara sepihak dan belum masuk pengadilan, maka itu disebut penyerobotan lahan.
Suji Panjiwati, salah satu warga juga merasa khawatir dengan keterlibatan polisi. Ia berharap aparat tidak berpihak kepada PT KAI. "Mereka tidak seharusnya melindungi PT KAI, seharusnya melindungi kami, kita lemah enggak berduit, lindungi kami," ujar dia.