Rabu 26 Apr 2017 19:22 WIB

Turki Tahan Ribuan Pengikut Gulen yang Menyusup ke Polisi

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Bilal Ramadhan
Fethullah Gullen
Foto: Islamnet
Fethullah Gullen

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki telah menahan 1.009 anggota kelompok gerakan Fethullah Gulen yang berusaha menyusup ke polisi Turki. Mereka tertangkap saat aksi sweeping pada Rabu (25/4) waktu setempat sebagai bagian dari upaya pemerintah memberantas Gulenis di Turki.

Gulen adalah ulama yang dituduh melakukan kudeta gagal pada tahun lalu. Gulen yang kini tinggal di pengasingan di Amerika Serikat merupakan rival Presiden Turki Recept Tayyip Erdogan yang sebelumnya juga pernah menjadi sekutunya.

Sampai saat ini tercatat sudah ada 50 ribu anggota Gulen yang ditangkap. Namun kelompok hak asasi manusia menyebutkan kebanyakan dari mereka yang ditangkap bahkan tidak ada hubungannya dengan kudeta tersebut. Mereka hanya memiliki hubungan tangensial dengan Gulenisme.

Tuduhan hubungan tangensial yang dimaksud seperti mereka yang memiliki rekening di bank yang terhubung dengan Gulenis, atau mereka yang menyekolahkan anaknya di sekolah tempat Gulen mengajar.

Turki menyebut mereka sebagai 'imam rahasia'. Mereka menyusup di kepolisian, militer dan pengadilan, tinggal menunggu arahan dari Gulen untuk melakukan penggulingan pemerintahan.

Menurut Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu, penangkapan 1009 Gulenis yang menyusup ke polisi ini tersebar di 72 provinsi. Operasi masih terus berlanjut. "Ini adalah langkah penting untuk Republik Turki," katanya, menurut Telegraph, Kamis (26/4).

Pemerintah juga menyebutkan, sebanyak 8.500 polisi telah terlibat dalam serangan massal di seluruh (81) provinsi di Turki. Serangan terbesar terjadi pada 10 hari setelah Erdogan memenangkan referendum untuk mengubah konstitusi dan meningkatkan kekuasaannya.

"Kami sedang berusaha memberantas anggota FETO yang menyusup ke dalam militer, pengadilan dan kepolisian," kata Erdogan pada Selasa. FETO merupakan organisasi teroris Gulenis.

Sembilan bulan setelah kudeta gagal tersebut, sebanyak 249 orang tewas. Namun belum bisa dipastikan seberapa terlibat Gulen dalam usaha penggulingan pemerintahan tersebut.

Erdogan mengklaim Gulen yang kini berada di Pensylvania memerintahkan anggotanya yang berada di militer untuk merebut kekuatan di Turki. Sementara Gulen dengan kuat menolak klaim tersebut. Dan pemerintah Barat menanggapi tuduhan itu dengan skeptis.

Sudah beberapa kali Erdogan meminta pemerintah AS untuk mengekstradisi Gulen. Namun AS juga berkali-kali menolaknya. Menurut pandangan organisasi hak asasi manusia, hal itu hanyalah dalih bagi Erdogan untuk menekan lawan politik dan hak-hak sipil dasar di Turki.

"Alih-alih membangun persatuan dengan lintas partai yang menentang kudeta untuk memperkuat demokrasi, pemerintah Turki justru memilih tindakan keras dan kejam terhadap kritik dan lawannya," kata Direktur untuk Eropa dan Asia Tengah Human Right Watch Hugh Williamson.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement