REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah daerah menanggapi permintaan Presiden Jokowi untuk mengatur kembali prioritas pembangunan yang dijalankan di daerah. Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia, sekaligus Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo menjelaskan pemerintah provinsi memang sedang memilah-milah lagi program prioritas yang harus tetap berjalan dan program yang bisa ditunda.
Syahrul mengungkapkan, dari seluruh program yang ada, pemerintahannya masih fokus pada proyek-proyek konektivitas wilayah yang menghubungkan pusat-pusat ekonomi dengan daerah terpencil. Menurutnya, pembangunan infrastruktur jalan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Prioritas kedua, lanjutnya, adalah proyek infrastruktur energi yang bermuara pada industri. Artinya, fokus pembangunan infrastruktur energi diharapkan bisa mendorong harga energi yang terjangkau industri sehingga produk hilirnya bisa dimanfaatkan masyarakat banyak.
Sedangkan prioritas ketiga, Syahrul menyebutkan pihaknya tetap fokus pada pengembangan infrastruktur pertanian seperti pembangunan irigasi. Alasannya, Sulawasi Selatan sendiri menjadi lumbung padi bagi setidaknya 22 provinsi di Indonesia, khususnya bagian tengah dan timur.
"Kita masih butuh investasi untuk aspek-aspek dasar ini. Seperti irigasi, dam, pelabuhan. Ujungnya adalah komunikasi perdagangan secara global," kata Syahrul ditemui di sela-sela Musrenbangnas, Rabu (26/4).
Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH Muhammad Zainul Majdi menyebutkan bahwa pemerintahannya mulai melakukan pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Menurutnya, pengadaan barang dan jasa secara elektronik bisa menghemat anggaran Pemprov hingga 13 persen per tahunnya.
"Jadi kira-kira bisa dihitung kalau kita punya anggaran pembangunan 1 triliun, dengan e-procurement itu, bisa dihemat 8 sampai 13 persen, atau menghemat Rp 80 miliar sampai Rp 130 miliar, kalau 1 triliun," ujar Zainul.
Ia melanjutkan, perhitungan yang sama bisa diterapkan untuk pemerintah provinsi lainnya di Indonesia. Artinya, bila pengadaan barang dan jasa dianggarkan hingga Rp 1.000 triliun maka penghematan dari e-procurement bisa dilakukan sekitar Rp 100 triliun.
Zainul menambahkan, penghematan yang dilakukan dari e-procurement bisa dialihkan untuk program-program prioritas lainnya, termasuk pembangunan infrastruktur. "Jadi e-procurement itu nyata sekali bahwa membuka ruang untuk efisiensi yang luar biasa," katanya.
Sementara itu, Zainul mengatakan bahwa Pemprov NTB memiliki program prioritas yakni pembangunan infrastruktur, pembangunan pariwisata, dan industrialisasi pertanian. Dengan pertumbuhan ekonomi daerah tahun lalu menyentuh 6 persen atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional, ia yakni NTB mampu menjalankan prioritas pembangunan secara optimal.
"Kalau kita tahu prioritas, kemudian semua terintegrasi ke sana, melibatkan semua pihak termasuk pihak swasta, saya pikir kita bisa bekerja lah untuk memajukan daerah," ujar dia.