Kamis 27 Apr 2017 06:22 WIB

Jelang Ramadhan, Presiden Diminta tak Rombak Menteri Bidang Ekonomi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Reshuffle Kabinet
Foto: Republika/Mardiah
Reshuffle Kabinet

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Jokowi diminta untuk tidak melakukan perombakan kabinet, khususnya posisi menteri di bidang ekonomi, sebelum Puasa dan Lebaran tahun ini. Alasannya, menjelang puasa dan Lebaran muncul risiko inflasi dari kenaikan harga-harga bahan pokok dan harga yang diatur pemerintah atau administered prices.

Peneliti Institute of Development for Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebutkan, tim ekonomi yang kuat di pemerintahan sedang dibutuhkan untuk menjaga gejolak ekonomi dari dalam dan dari luar. Di dalam negeri, lanjutnya, risiko inflasi pasti muncul menjelang puasa dan Lebaran.

Sedangkan dari sisi eksternal, pasar global juga senantiasa melihat konsistensi kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintah Indonesia. Bhima menilai, seringnya perombakan kabinet, apalagi di sektor ekonomi, memberikan sentimen negatif kepada pasar.

"Lebih baik fokus menangani inflasi dulu. Terlalu sering reshuffle juga nggak bagus buat investasi. Apalagi kebijakannya coba-coba," kata Bhima, Rabu (26/4).

Khusus menyoroti kinerja Menteri Keuangan Sri Mulyani, Bhima melihat bahwa mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut memang lebih ketat dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibanding menteri-menteri sebelumnya. Hanya saja, ia mengingatkan Sri untuk lebih hati-hati atas risiko pemangkasan anggaran yang masih membayangi di semester II tahun 2017 ini.

Alasannya, belanja pemerintah masih menyumbang porsi untuk pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 9,4 persen. "Jadi dilematis mau kejar growth atau fiskal yang kredibel. Saya sih mending pertumbuhan yang standar tapi merata alias ketimpangan turun," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement