REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Cadangan gas yang menipis membuat anak perusahaan Pertamina harus melakukan impor gas alam cair atau LNG dari negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Direktur PT Pertagas, Yenni Andayani mengatakan kebijakan ini dilakukan mengingat cadangan gas yang ada saat ini hanya cukup sampai 2020 mendatang.
Yenni mengatakan pemesanan impor LNG ini dilakukan pada tahun ini. Impor ini akan masuk pada 2020 mendatang. Hal ini sesuai dengan nilai defisit yang diprediksi oleh Kementerian ESDM. Menurutnya, kebijakan impor ini diambil untuk mengantisipasi krisis dan ketersediaan gas.
"Ini langkah antisipasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kalau kita nggak impor, kebutuhan gas gimana?," ujar Yenni di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (27/4).
Yenni mengatakan memang saat ini ada beberapa lapangan besar dan abadi yang bisa dimanfaatkan oleh negara, di antaranya Sumur Abadi Masela dan Natuna. Namun hingga saat ini Pertamina masih menunggu kepastian kelanjutan dari pengoperasian dua sumur tersebut.
Ia mengatakan harga yang dicapai jika pemerintah melakukan impor LNG ini tetap akan bersaing. Meski dinyatakan sebagai impor dari Amerika Serikat, tetapi perseroan tersebut memiliki kilang yang cukup di Indonesia, seperti kilang dari Exxon Mobile yang memiliki satu kilang di Papua Nugini.
"Kami membeli kargo dari international company, volume mereka bukan dari satu production fasilities saja. Ini juga memastikan terjaga," ujar Yenni.
Ia mengatakan kilang-kilang yang ada di Indonesia masih memiliki kapasitas yang besar. Kilang Aru memiliki kapasitas hingga 3,5 juta ton sedangkan di Lampung memiliki 2 juta ton. Maka fasilitas yang cukup memadai tersebut akan dimaksimalkan dengan pemenuhan pasokan.