Kamis 27 Apr 2017 18:15 WIB

Bank Indonesia Yakini Inflasi Terjaga, Ini Alasannya

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardjojo (ketiga kiri) bertepuk tangan usai memberikan buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) tahun 2016 kepada para tamu undangan dalam peluncuran buku tersebut di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (27/4). Bank Indonesia menyatakan optimismenya bahwa tingkat inflasi hingga menjelang puasa dan Lebaran 2017 tidak akan melonjak terlalu tinggi.
Foto: Rosa Pangabean/Antara
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardjojo (ketiga kiri) bertepuk tangan usai memberikan buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) tahun 2016 kepada para tamu undangan dalam peluncuran buku tersebut di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (27/4). Bank Indonesia menyatakan optimismenya bahwa tingkat inflasi hingga menjelang puasa dan Lebaran 2017 tidak akan melonjak terlalu tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyatakan optimismenya bahwa tingkat inflasi hingga menjelang puasa dan Lebaran 2017 tidak akan melonjak terlalu tinggi. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menjelaskan, terjaganya angka inflasi hingga akhir paruh pertama tahun ini didorong oleh belum adanya penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi dan elpiji tiga kilo gram (LPG). Pemerintah sebelumnya telah menegaskan bahwa penyesuaian harga BBM dan elpiji dilakukan pada semester II tahun ini.

"Seminggu sebelum Lebaran kita akan ketemu lagi. Kan sudah ada kepastian hingga Juni harga BBM dan elpiji tidak ada penyesuaian. Ini membuat inflasi terjaga," ujar Agus ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (27/4).

Berdasarkan tren inflasi yang ada di mana tingkat inflasi Maret lalu tercatat 3,61 persen, Agus menilai tingkat inflasi nasional masih bisa dijaga di bawah empat persen. Tingkat inflasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sendiri dipatok di angka plus minus empat persen.

Dengan tidak adanya penyesuaian harga BBM dan elpiji hingga akhir semester I tahun ini, maka risiko inflasi khususnya selama puasa dan Lebaran lebih condong oleh risiko volatile foods, atau harga bahan pokok yang bergejolak. "Dan ke depan kita sudah sepakat, yang harus dijaga adalah volatile foods. Kita optimis kok, pengendalian inflasi akan terus terjaga," kata Agus.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berharap April 2017 ini, tingkat inflasi masih rendah atau malah mengalami deflasi. Namun, menurutnya, terlalu dini untuk bisa menduga-duga berapa raihan inflasi April ini. Menurutnya, keterjagaan inflasi merupakan kombinasi dari dua hal yakni kondisi musim yang mendukung harga bahan pokok terjaga dan kebijakan pemerintah dalam mengatur administered prices.

"Biasanya sih gitu, dua kali lah. Itu karena pertama musim sedang baik. Kedua, karena kebijakan," katanya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistk (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,02 persen pada Maret 2017. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, deflasi terjadi terutama disebabkan oleh penurunan harga pada dua kelompok utama yakni bahan makanan dan transportasi.

Dilihat dari komponennya, BPS merilis bahwa komponen inti mengalami inflasi 0,1 persen. Sementara itu, inflasi tahun kalender untuk Januari-Maret 2017 tercatat sebesar 1,19 persen. Dengan inflasi tahunan Maret 2017 terhadap Maret 2016 sebesar 3,61 persen.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement