REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH — Kemampuan penguasaan bahasa Arab dan memahami kitab kuning yang menjadi salah satu prasyarat menjadi ulama mumpuni di kalangan mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) tetap terjaga dengan baik.
Hal tersebut terbukti di dalam kompetisi pemahaman kitab kuning atau ’Musabaqoh Qiraatul Kutub’ di ajang Pekan Ilmiah, Olah Raga, Seni, dan Riset ke VIII (PIONIR) PTKIN yang tengah digelar di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniri Banda Aceh. Hampir semua peserta lomba mampu membaca dan memahami isi kitab kuning yang dijadikan sebagai rujukan lomba.
“Bila dibandingkan dengan perlombaan sebelumnya, terlihat nyata kemampuan para mahasiswa semakin bertambah baik. Meski dengan usia sangat belia mereka mampu menguasai dan memahami kandungan kitab kuning yang menjadi rujukan lomba. Ini jelas mengisyaratkan regenerasi ulama terus tumbuh,’’ kata salah satu Dewan Hakim Musabaqah Qiraatul Kutub, DR Suryadinata MA, Jumat (28/4).
Menurut Suryadinata, para peserta lomba banyak diantaranya sudah sangat mumpumi di dalam memaham ajaran Islam. Selain paham bahasa Arab dan hukum syariat yang termakub di dalam kitab kuning, mereka juga mampu mengkaitkan antara kandungan kitab tersebut denga situasi zaman.
“”Padahal materi lomba yang diujikan adalah memahai kitab kuning ‘kelas menengah’ seperti Fatkhul Qarib’. Bahasa Arab kitab ini sudah tak biasa alias mulai rumit. Begitu juga isinya juga bukan lagi kitab fiqh ‘kelas pemula’. Hebatnya, mereka mampu membaca, mengesti isinya, dan mengakitkan kandungannya denga situasi permasalahan masyarakat yang terjadi pada saat sekarang,’’ katanya.
Ketika mengikuti para peserta lomba di minta membaca, mengartikan, dan memahami isi kitab yang diajukan kepadanya. Setelah itu para dewan hakim yang terdiri dari tiga orang menanyai para perserta lomba mengenai apa yang dibacanya baik dari segi ilmu bahasa, aturan fiqh, hingga hubungan isi kitab itu dengan permasalah yang ada di dalam masyarakat.
Berapa contoh pertanyaan dewan hakim yang diajukan adalah soal pembahasan mengenai aturan zakat fitrah yang ada di dalam kitab tersebut. Mereka ditanya mengenai bisakah zakat fitrah itu dibayarkan oleh majikan yang non Muslim
atas nama pekerjanya yang Muslim. Juga ditanya mengenai seberapa besar jumlah uang yang digunakan untuk mengganti zakat fitrah yang pada aturan asalnya dibayarkan dengan bahan makanan pokok.
Pada soal yang lain, di antara peserta lomba juga diuji kemampuanya di dalam penguasaan aturan syariat mengenai ketentuan persaudaraan yang muncul dari hubungan ‘sepersusuan’. Para dewan hakim meminta kepada perserta lomba untuk menjelaskan aturan itu dengan secara rinci, misalnya mengenai kapan hubungan persesusuan muncul dan kategori siapa saja yang masuk ke dalam kategori suadara ’sepersusuan’ tersebut.
Anggota Dewan Hakim lainnya, Saifuddin Sa’dar MA, mengakui bahwa persaingan dalam ‘Musabaqah Qiraatul Kutub’ semakin ketat. Pertanyaan yang diajukan kepada peserta lomba juga semakin sulit.
‘’Meski begitu hampir semua peserta lomba mampu menjawab pertanyaan yang kami ajukan dengan baik. Bahkan, beberapa peserta terlihat sudah begitu mumpuni sehigga tinggal menunggu waktu dan kesabaran yang membuat mereka matang menjadi ulama. Dalam ajang ini kami melihat secara nyata bila regenerasi ulama hasil didikan PTKIN terus berjalan dengan baik,’’ kata Saifuddin.