REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rencana pemerintah untuk menambah daging sapi dan kerbau impor dikeluhkan pedagang lokal. Hal ini karena daging impor membanjiri pasaran dan mengurangi pembelian dari pedagang lokal.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan menambah daging impor baik sapi maupun kerbau. Khusus untuk daging kerbau beku yang didatangkan dari India sampai 20 ribu ton. Melimpahnya daging impor baik sapi segar maupun daging beku dianggap menjadi salah satu penyebab serapan daging sapi lokal semakin menurun. Sebab, masyarakat saat ini lebih banyak memilih daging impor, khususnya daging sapi dan kerbau beku yang harganya jauh lebih murah.
Pemilik Rumah Jagal di Jabodetabek Edy Wijayanto mengatakan, ada perubahan penjualan daging sapi lokal di pasaran. Pedagang saat ini tidak banyak yang mengambil daging sapi lokal dari rumah potong hewan. Padahal pasokan sapi dari peternak sejauh ini masih lancar.
Edy menjelaskan, dalam satu tahun ini ada penurunan penjualan daging sapi lokal. Jika biasanya rumah jagal dalam sehari mampu memotong 5-8 ekor sapi, saat ini hanya mampu maksimal memotong 2 ekor sapi. Sapi yang didatangkan di rumah jagal ini berasal dari NTT, Bali, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dalam satu kali pengiriman, biasanya terdapat 14 ekor sapi yang siap dipotong. Jika sebelumnya 14 ekor ini bisa dipasarkan dalam 3-4 hari, saat ini butuh 10 hari untuk menjual daging kepada pedagang.
"Kami lihat gejolaknya ini karena banyak daging sapi impor. Penjual kami cenderung menjual sapi impor karena permintaan pasar," kata Edy dalam diskusi "Kesejahteraan Peternak Sapi Lokal Menjelang Hari Raya, Milik Siapa?", Jumat (27/4).
Hal senang diungkapkan Nur Hendri dari rumah pemotongan hewan (RPH) Petir Tangerang. Dia sangat khawatir dengan keberedaan daging sapi beku dan daging kerbau dari India. RPH Petir dari biasanya melakukan pemotongan mencapai 30 ekor per hari, saat ini hanya mampu menyalurkan daging 15 ekor sapi. Banyaknya daging sapi impor ini dinilai akan berdampak pada kelangsungan pada peternak sapi lokal.
Peternak sapi dari Jawa Timur Joko Utomo menuturkan, ia dan peternak lain di sekitar Jawa Timur sebenarnya tidak mencegah adanya daging sapi impor untuk digunakan masyarakat. Namun, jika jumlahnya terlampau banyak maka yang akan dirugikan adalah peternak sapi lokal. Sebab, sapi yang diternakkan justru sulit diserap oleh RPH karena daging sapi lokal di pasaran tak laku karena daging impor lebih murah.
"Yang di lapangan ini kami kesusahan untuk beternak, tapi kenyatannya kesejahteraan ini tidak kami nikmati," ujarnya.
Menurut Joko, para peternak sapi bukan hanya di Jawa Timur sebenarnya sudah sulit untuk bertahan hidup melalui peternakan. Namun, mereka tetap bertahan dengan berharap adanya kebutuhan daging sapi ketika momen khusus seperti Idul Fitri atau Idul Adha.
Grafis Data Pemenuhan Daging Ramadhan dan Idul Fitri 2017