REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa dia pernah terdampak pemberitaan hoax. Hal ini diketahui setelah Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi dan Juru Bicara Pribadi Wakil Presiden Husain Abdullah memperlihatkan sebuah berita hoax yang menyinggung wakil presiden.
Dalam berita hoax tersebut disebutkan bahwa wakil presiden mengomentari ribuan kiriman bunga yang dikirim ke Balai Kota sebagai sebuah bentuk simpati terhadap Basuki Tjahaja Purnama yang kalah dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Jusuf Kalla mengatakan, dalam berita hoax tersebut dia menyatakan bahwa daripada kirim bunga lebih baik dikasih ke anak yatim.
"Wah kapan saya ngomong itu, saya tidak pernah merasa ngomong. Baru tadi pagi terkejut membaca itu, seakan-akan saya memberi komentar padahal saya tidak mengomentari bunga-bunga terkecuali bunga bank, saya minta untuk selalu turun," ujar Jusuf Kalla dalam peresmian Jaringan Wartawan Antihoax di Istana Wakil Presiden, Jumat (28/4).
Perkembangan teknologi dan media sosial telah merubah banyak hal, salah satunya persebaran hoax. Jusuf Kalla mengatakan, dia tidak pernah memiliki waktu untuk membaca maupun menelusuri media sosial. Sedangkan, menurutnya, Presiden Joko Widodo masih cukup sering membaca dan mengetahui yang terjadi di sosial media.
"Jadi hati-hati bikin hoax, pasti dibaca oleh bapak presiden," kata Jusuf Kalla.
Perkembangan teknologi telah mengubah pola kehidupan masyarakat. Jusuf Kalla menjelaskan, rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3-4 jam melihat gadgetnya dalam satu hari. Perubahan juga terlihat dari perilaku penumpang pesawat terbang. Menurut Jusuf Kalla, pada masa dahulu ketika pesawat terbang mendarat, penumpang langsung berdiri untuk mengambil barang-barangnya di kabin. Akan tetapi sekarang, ketika pesawat mendarat para penumpang langsung memeriksa gadgetnya masing-masing.
Selain itu, teknologi juga dapat mengubah kondisi suatu negara. Jusuf Kalla mengatakan, Revolusi Iran berubah karena kaset-kaset yang dikirim oleh Sayyid Ruhollah Musavi Khomeini dari Paris dan kemudian diperbanyak. Kemudian Arab Springs juga terjadi karena adanya perubahan teknologi, yakni kemunculan sosial media.
"Tentu kita tidak ingin seperti itu, apalagi kalau apa yang disampaikan adalah berita bohong," kata Jusuf Kalla.