REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan dari massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemui perwakilan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (28/4). Perwakilan dari massa aksi menyampaikan kepada aparat yang menangani kasus penodaan agama untuk bertindak adil.
"Kami meminta kepada hakim yang mengadili Ahok untuk tidak diintervensi oleh siapapun juga, karena itu kami minta kepada hakim yang memutuskan untuk bertindak adil," kata Orator Aksi Simpatik Menjaga Independensi Hakim, Ustaz Bernard Abdul Jabbar di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (28/4), sore.
Ia mengatakan, aparat yang menangani kasus penodaan agama diminta untuk memutuskan perkara hukum dengan hati nurani. Sebab, hukum adalah panglima di negeri ini. Ia juga menyampaikan tuntutan massa aksi simpatik. Massa meminta penista agama dihukum seberat-beratnya. Sebagaimana penista-penista agama sebelumnya yang dihukum lima tahun.
Namun, karena hakim yang menangani kasus penodaan agama tidak bisa bertemu, perwakilan massa hanya bisa bertemu Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara. "Bapak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan wakilnya yang menangani kasus penistaan agama ini secara hukum memang tidak diperbolehkan menerima (bertemu) siapa pun juga kecuali di pengadilan," ujarnya.
Ustaz Bernard menyampaikan, hal ini dapat dipahami. Jadi, perwakilan aksi diterima Kepala Humas Pengadilan Jakarta Utara. Kemudian, perwakilan aksi menyampaikan tuntutannya.
Dari pantauan Republika.co.id pada Jumat (28/4), sekitar pukul 16.00 WIB, massa aksi simpatik mulai membubarkan diri. Aksi bubar jalan dikomandoi Ustaz Bernard yang menyampaikan tuntutan massa kepada perwakilan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.