REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Kuasa Hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Tommy Sitohang mengatakan, jangan ada intervensi hukum terhadap majelis hakim dalam kasus penistaan agama yang menjerat kliennya. Kata dia, kalau penegakkan hukum di bawah intervensi, maka sesuai pleidoi yang disampaikannya di pengadilan, Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia terkoyak.
"Mari kita biarkan hukum bekerja tanpa intervensi sesuai tupoksi Pasal 14 1970," ujarnya usai diskusi di Jakarta, Sabtu (29/4).
Di samping menyerahkan sepenuhnya terhadap hukum, namun Tommy juga menengarai kasus Ahok yang dibawa ke meja hijau itu sarat politis. Banyak pihak, menurut dia, yang bermain yang menunggangi sidang Ahok. "Kalau tidak ada kekuatan politik, sidang Ahok ini akan sepi dan sunyi," uajrnya.
Ia juga menanggapi anggapan terkait jaksa penuntut umum yang disebut-sebut telah menciderai tatanan hukum di Indonesia. Jaksa penuntut umum dinilai telah mengambil kewenangan majelis hakim soal tuntutan masa percobaan.
Menurut Tommy, jangankan menuntut percobaan, putusan bebas maupun lainnya pun terdapat peran jaksa. "Kan udah kalah, udahlah damai-damai aja. Apalagi sih yang mau dikejar, Ahok udah enggak terpilih kok jadi gubernur. Amien Rais ada pernyataan, kalau Ahok bebas, Jokowi finish, ini ada apa sih? Mungkin saja ada agenda-agenda terselubung. Ini menjadi urusannya ribet ke mana-mana, politik lebih kuat dari masalah yuridis," ujar dia.
Sidang putusan terhadap Ahok akan digelar 9 Mei mendatang. Sekali lagi, Tommy berharap, tidak ada intervensi dalam putusan hukum tersebut. "Kalau salah dalam memutus, minoritas juga bisa bersuara, kalau gara-gara kasus ini dipaksakan, negara pecah. Jangan intervensi majelis hakim," katanya.