REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Manila, Sabtu (29/4). Dalam pidato pembukaannya ia meminta para pemimpin negara-negara Asia Tenggara menjalin kerja sama untuk mengakhiri perdagangan narkoba ilegal.
Ia menilai, penting bagi negara anggota ASEAN untuk mensterilkan negaranya dari ancaman narkoba. "Kita harus tegas dalam mewujudkan ASEAN yang bebas narkoba. Sebab saya telah melihat bagaimana narkoba telah memupus harapan, impian, masa depan, bahkan kehidupan banyak orang, terutama kaum muda," ujar Duterte seperti dilaporkan laman Asian Correspondent.
Ia berpendapat cukup banyak aparat yang terlibat dalam proses distribusi dan peredaran narkoba ilegal. Namun peran dan keberadaanya seolah-olah tak dapat ditembus. "Karena itu dengan kemauan dan kerja sama politik, hal ini bisa dibongkar, bisa dihancurkan, sebelum melenyapkan masyarakat kita," ucapnya.
Duterte diketahui memang tengah memerangi bandar, pengedar, termasuk pengguna narkoba di negaranya. Otoritas keamanan Filipina diperkirakan telah membunuh sekitar 9.000 pengedar, termasuk pengguna narkoba di negaranya.
Tak ayal Duterte mendapat sorotan, juga kecaman dari berbagai pihak. Belum lama ini, seorang pengacara Filipina bernama Jude Sabio secara resmi meminta Pengadilan Pidana Internasional untuk menuntut Duterte dan 11 pejabat lainnya yang diduga terlibat dalam aksi pembunuhan massal terhadap pengedar dan pengguna narkoba. Menurutnya hal itu merupakan kejahatan kemanusiaan karena pembunuhan dilakukan di luar proses hukum.
Pada Selasa (25/4) lalu, sebuah editorial New York Times juga meminta dunia mengecam Duterte karena tindakannya dalam memerangi narkoba tersebut. New York Times juga menyerukan agar dunia menerapkan sanksi ekonomi terhadap Filipina.