REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lenggak lenggok tubuh gemulai mengikuti alunan musik. Mereka telah menari sejak pukul lima pagi. Tak ada jeda, tak ada berhenti, tiga laki-laki dewasa itu terus menari.
Ialah penari asal Solo Bambang Pamungkas, penari asal Yogyakarta Asmoro Tejo dan penari asal Bandung Dr. Sulaeman yang bertekad menari tanpa henti selama 24 jam tersebut. Jika haus atau lapar, mereka berbalik badan ke arah panitia. Memberi isyarat untuk meminta air minum dengan gerakan tari.
Seketika, panitia akan langsung memberikan air dan makanan. Tapi, mereka tak berhenti menari. Kaki, tangan, dan kepala mereka tetap bergerak, berlenggak lenggok menari, sekalipun sambil minum dan makan.
Setiap dua jam, panitia dan tim kesehatan memeriksa kesehatan fisik ketiga penari itu. Memastikan penari sanggup melanjutkan aksinya. Di atas panggung yang hanya berukuran sekitar tiga meter itu, ketiganya menyuguhkan tari sesuai irama musik yang diputar, seringnya musik dengan nada gamelan. Kadang dengan ritme pelan, sedang, hingga cepat.
Tak ada lelah di raut wajah ketiganya, musik dan tepuk tangan penonton seperti menambah kekuatan dan memompa semangat penari menyuguhkan tarian-tarian yang indah dan menarik. Tari 24 jam yang diselenggarakan Pemerintah Kota Solo dan Institut Seni Indonesia (ISI) di Pendopo ISI, pada Sabtu (29/4), itu digelar untuk memperingati hari tari sedunia.
Suguhan tari 24 jam itu pun sukses menyita perhatian warga Solo. Sejak pagi, masyarakat berbondong-bondong untuk menyaksikan ketiga penari itu memulai aksinya, menari tanpa henti sehari semalam. “Mereka akan terus menari sampai besok pagi, musik itu justru menjadi stimulus yang memotivasi mereka untuk terus bergerak, menari,” kata Penanggung Jawab event tari 24 jam, Heri Bodong.
Pada waktu yang bersamaan, pertunjukan serupa juga digelar di beberapa lokasi di Solo. Seperti di pura Mangkunegaraan yang menampilkan ratusan penari yang menarikan tarian seperti tari Gembyong dan tari Pamedan Mangkunegara.
Sementara di perempatan Ngarsopuro, sekitar 200 penari dari berbagai usia juga turut meramaikan event tahunan itu. Mereka terdiri dari guru-guru tari, pelajar dan wayang orang Sriwedari yang menampilkan berbagai ragam tarian secara bergantian hingga sore hari.
Penari juga kompak membacakan deklarasi penari Solo di hari tari sedunia itu. Mereka mengkampanyekan tari sebagai salah satu media untuk membangun kepribadian yang lebih baik, kepercayaan diri, meningkatkan kreativitas, dan membangun toleransi dan kebersamaan.