REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Perundingan lanjutan Serikat Pekerja PT Freeport Indonesia dengan manajemen perusahaan pada Sabtu (29/4) malam hingga Ahad dini hari (30/4), masih gagal mencapai kesepakatan, sehingga rencana aksi mogok kerja pada 1-30 Mei 2017 akan terlaksana.
Dalam perundingan yang difasilitasi oleh Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang bertempat di Hotel Rimba Papua Timika itu, kedua belah pihak tetap bertahan pada pendirian masing-masing. Pihak Serikat Pekerja menghendaki agar karyawan yang selama ini tidak masuk kerja atau berada di Timika agar bisa kembali bekerja tanpa Pemutusan Hubungan Kerja/PHK.
Namun pihak manajemen PT Freeport tidak bisa menjamin tidak akan ada PHK bagi karyawan-karyawan yang melakukan pelanggaran berulang-ulang dan sebelumnya telah diberikan sanksi peringatan. Hal itu terutama bagi karyawan yang terbukti melakukan intimidasi dan pengancaman kepada rekan mereka yang masih bekerja.
Pihak Serikat Pekerja menolak anjuran Wabup Mimika Yohanis Bassang agar karyawan tetap kembali ke tempat kerja di Tembagapura dan lain-lain . Hal ini sembari manajemen perusahaan dan pihak serikat pekerja terus menggelar dialog guna mencapai kesepakatan terkait soal karyawan yang berpotensi di-PHK yang jumlahnya sekitar 50-an orang.
Yopi Morin selaku pengurus Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertmbangan (PUK SP-KEP) SPSI PT Freeport mengatakan serikat pekerja menolak anjuran Wabup Mimika karena jika karyawan kembali bekerja maka sudah pasti pihak manajemen perusahaan akan melakukan tindakan-tindakan hukum sesuai Kesepakatan Kerja Bersama/PKB-Pedoman Hubungan Industrial/PHI 2015-2017. Padahal ketidakhadiran karyawan di tempat kerja sejak 11 April 2017 lantaran mereka resah dengan kebijakan Furlough yang diterapkan manajemen PT Freeport. Pihak Serikat Pekerja berargumen bahwa program Furlough yang diterapkan manajemen Freeport sejak akhir Februari 2017 sama sekali tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.
Pihak manajemen PT Freeport yang diwakili oleh dua orang Executiv Vice Presidentnya yaitu Achmad Didit Ardianto dan Sony Prasetyo menerima anjuran Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang. Namun pihak perusahaan tidak bisa menjamin bahwa karyawan yang meninggalkan tempat kerjanya selama ini bisa diterima kembali oleh rekan-rekan mereka yang kini masih setia bekerja. Apalagi karyawan yang masih setia bekerja telah membuat surat pernyataan tegas bahwa jika rekan-rekan mereka yang selama ini tidak masuk kerja alias berada di Timika kembali ke tempat kerja tanpa ada sanksi tegas oleh perusahaan, maka mereka siap diberhentikan dengan jaminan menuntut upah "Golden Bonus" atau pesangon 50 x upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan yang bersifat tetap.
Menyikapi buntunya upaya mediasi yang dilakukan tersebut, Pemkab Mimika akhirnya menerbitkan rekomendasi yang berisi tiga poin. Pertama, diimbau kepada karyawan yang sedang berada di Timika agar segera kembali bekerja seperti biasa sambil menunggu dialog antara manajemen PT Freeport dengan pihak PUK SP-KEP SPSI yang sedang difasilitasi oleh pemerintah.
Kedua, dengan belum adanya kesepakatan pada point ketiga antara manajemen PT Freeport dengan PUK SP-KEP SPSI agar kedua belah pihak menyelesaikan secara internal dengan mengedepankan prinsip kekeluargaan serta mengacu pada PKB-PHI 2015-2017. Ketiga, kedua belah pihak harus menahan diri untuk melakukan hal-hal yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Akan tetapi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka kedua belah pihak baik manajemen PT Freeport maupun PUK SP-KEP SPSI wajib bertanggung jawab atas kejadian tersebut sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat rekomendasi itu ditandatangani oleh Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang, Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon dan Komandan Kodim 1710 Mimika Letkol Inf Windarto.