REPUBLIKA.CO.ID, DARWIN -- Delapan nelayan Indonesia yang diduga ilegal dibawa ke tahanan imigrasi di Darwin setelah ditangkap dengan barang bukti siput laut di perairan Australia.
Para pria tersebut ditangkap di Laut Timor pada Kamis (27/4) pagi, kata Komando Perbatasan Maritim (MBC), yang bekerja sama dengan Angkatan Perbatasan Australia dan Otoritas Manajemen Perikanan Australia (AFMA). Sebuah pesawat pengintai MBC melihat kapal ini di dekat Pulau Browse, sekitar 280 mil di timur laut Broome, Australia Barat, sebut sebuah pernyataan pada Jumat (28/4) sore.
"Kapal itu tak layak dan tak bisa ditarik dengan selamat ke pantai," kata MBC.
Perahu tersebut hancur di laut dan awak kapalnya dibawa ke Darwin oleh kapal HMAS Bathurst. Mereka akan diselidiki oleh AFMA karena dugaan pelanggaran Undang-Undang Pengelolaan Perikanan.
Inspektur Ray Graham mengatakan organisasinya sangat berhasil dalam mencegat kapal penangkap ikan Indonesia yang berusaha memanfaatkan sumber daya alam mereka. "Melindungi keanekaragaman hayati perairan Australia merupakan prioritas utama bagi Angkatan Perbatasan Australia," sebutnya.
Ini adalah pertama kalinya dalam satu dekade telah terjadi penyitaan siput laut dari kapal penangkap ikan asing di perairan Australia, kata Peter Venslovas, general manager operasi AMFA. Ia menjelaskan bahwa sejak 1 Juli tahun lalu, ketiga organisasi tersebut bersama-sama menangkap 15 kapal asing yang diduga melakukan penangkapan secara ilegal di perairan Australia.
"Biarlah ini menjadi pesan bagi mereka yang berusaha memanfaatkan perikanan premium Australia, jika Anda melakukan kejahatan, Anda akan tertangkap," kata Peter Venslovas.
Kelompok nelayan Indonesia ini berada dalam tahanan imigrasi sambil menunggu finalisasi masalah hukum, ujar MBC. "Mereka kemudian akan dipindahkan dari Australia."
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 17:58 WIB 28/04/2017 oleh Nurina Savitri.