Ahad 30 Apr 2017 17:26 WIB

SPM Angkutan Pariwisata Dinilai Sudah Mendesak

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Petugas Dishub Kabupaten Bogor melakukan pengecekan kondisi bus HS Transpot yang menyebabkan kecelakaan maut di jalur Puncak saat penyelidikan di Pos Terpadu Unit Laka Lantas Polres Bogor, Tol Jagorawi, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/4).
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Petugas Dishub Kabupaten Bogor melakukan pengecekan kondisi bus HS Transpot yang menyebabkan kecelakaan maut di jalur Puncak saat penyelidikan di Pos Terpadu Unit Laka Lantas Polres Bogor, Tol Jagorawi, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Pemerintah didesak untuk segera membuat dan menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Pariwisata. Sehingga Pemerintah dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap operator angkutan pariwisata yang abai terhadap keselamatan penumpangnya.

Pengamat Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, dua kasus kecelakaan maut yang melibatkan bus pariwisata di kawasan wisata Puncak harus menjadi perhatian Pemerintah, terkait SPM ini.

Berkaitan dengan angkutan pariwisata, jelasnya, sebenarnya sudah diatur dalam pasal 154 Undang Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).

Pun demikian dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Peraturan ini menyebutkan, angkutan pariwisata adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda khusus untuk keperluan wisata serta memiliki tujuan tempat wisata.

Pasal 23 peraturan ini pun menjelaskan pelayanan angkutan orang untuk keperluan pariwisata wajib memenuhi pelayanan guna mengangkut wisatawan, pelayanan angkutan dari dan ke daerah wisata yang disertai degan pemandu wisata, tidak boleh digunakan selain keperluan wisata, tidak terjadwal dan wajib memenuhi ‘Standar Pelayanan Minimal’ yang telah ditetapkan Pemerintah.

Dengan adanya SPM ini, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan dapat memberikan sanksi tegas, mulai sanksi ringan seperti larangan beroperasi dalam rentang waktu tertentu hingga sanksi berat berupa pencabutan izin usahanya.

“Bahkan juga ada sanksi pidana guna memberikan efek jera, jika pihak penyelenggara angkutan ini lalai dan mengabaikan ketentuan yang sudah dibuat Pemerintah hingga berakibat fatal,” tegasnya, Ahad (30/4).

Ketentuan yang sama juga berlaku bagi petugas kir yang meloloskan uji kendaraan yang kemungkinan tidak layak.

Oleh karena itu, momentum kecelakaan maut angkutan wisata yang terjadi di Puncak ini harus jadi catatan pentingnya SPM angkutan pariwisata. “Jangan sampai terulang lagi musibah angkutan pariwisata yang berujung maut lainnya di negeri ini,” tandas Djoko.

Ia juga mengingatkan kepada masyarakat –sebagai bentuk antisipasi—agar jangan hanya tertarik degan tawaran biaya sewa bus pariwisara yang harganya murah tetapi faktor- faktor keselamatan diabaikan.

Menjadi hak masyarakat pula –sebagai konsumen—untuk meminta fotokopi STNK, uji kir, SIM pengemudi dan bahkan izin usaha transportasinya. “Sebaliknya manajemen pengelola atau operator bus pun juga berkewajiban memberikan apa yang dikehendaki masyarakat tersebut,” tambahnya.

Seperti diketahui, kecelakaan maut yang melibatkan bus pariwisata kembali terjadi di jalur Puncak Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, hari ini. Sebelumnya, kecelakaan dengan jumlah korban jiwa massal juga terjadi di tanjakan Selarong, Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Sabtu (22/4) lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement