REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menjelang perayaan Hari Buruh Nasional atau May Day pada Senin (1/5) besok, Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama' (DPP K-Sarbumusi NU) menuntut agar pemerintah serius untuk mengatasi persoalan buruh. Salah satunya, mereka meminta Presiden dan DPR RI untuk segera melakukan sentralisasi peran Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dari pusat sampai daerah.
"Seharusnya urusan ketenagakerjaan menjadi bagian yang didesentralisasi menjadi urusan pemerintahan absolut dari pusat sampai daerah dengan merevisi nomenklatur kementerian tenaga kerja menjadi urusan pemerintahan absolut," ujar Sekjen K-Sarbumusi, Eko Darwanto saat menggelar Koferensi Pers di Kantor DPP K-Sarbumusi, Jakarta Pusat, Ahad (30/4).
Menurut Eko, banyak persoalan ketenagakerjaan yang masih menjadi permasalahan di daerah. Bahkan, terkadang terjadi aturan yang tumpang tindih, serta menyulitkan advokasi jika terjadi permasalahan.
Sementara, Wakil Presiden K-Sarbumusi NU Bidang Dalam Negeri, Sukitman mengatakan pembarangusan serikat buruh di dalam perusahaan kini juga semakin massif dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan berbagai cara. Tanpa rasa takut perusahaan-perusahaan ini melakukan kriminalisasi terhadap pegurus dan keberadaan serikat buruh di Indonesia.
"Pemberangusan Buruh (Union Busting) terjadi karena sangat lemahnya pengawasan dan banyaknya pengawas yang dapat dibeli dan berkolaborasi dengan pengusaha" ucap Sukitman.
Nasib buruh kian menjadi sengsara dengan politik upah murah yang hingga saat ini masih dilakukan secara sistematik oleh pemerintah. Kebijakan paket ekonomi yang saat ini dijalankan merupakan pesan atas nama mempermudah investasi melakukan politik upah murah yang merugikan buruh dan anak bangsa Indonesia.
"Demi kepentingan investasi buruh dikorbankan dan dimarjinalisasikan lewat penerapan sistem upah yang sangat minimal dan jauh dari mencukupi kebutuhan hidup layak buruh," katanya.
Wakil Presiden K-Sarbumusi Bidang Luar Negeri, Muhammad Miftah Farid menyoroti kinerja dari pemerintah dalam menangani Tenaga Kerja Asing (TKA). Miftah menganggap pemerintah harus mengambil tindakan atas TKA, terutama yang tidak mempunyai skill. "Untuk menyerap tenaga kerja dalam negeri, pemerintah harus mengembalikan TKA Unskill yang masuk di Indonesia," jelasnya.