REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah melakukan percakapan telepon, Sabtu (29/4). Kedua pemimpin negara disebut sepakat meningkatkan hubungan sekutu yang sebelumnya sempat mengalami ketegangan.
Kedua negara mulai mengalami penurunan hubungan setelah pendahulu Trump, mantan presiden AS Barack Obama mengkritik Duterte atas perang melawan narkotika di Filipina. Sejak Duterte memimpin negara itu pada 30 Juni 2016 lalu, diperkirakan sebanyak 9000 orang tewas terkait dengan kejahatan narkotika.
Mantan wali kota Davao itu memberikan kewenangan kepada polisi dan aparat keamanan di negaranya untuk melakukan tindakan keras bagi tersangka tindak kriminal itu. Banyak pemimpin negara lainnya, serta sejumlah kelompok aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengkriitk Duterte dan menyebut bahwa ia melakukan pembunuhan sewenang-wenang.
Sejumlah kelompok aktivis HAM juga mengatakan bahwa polisi terlibat langsung dalam ribuan kematian di negara itu. Banyak diantara orang-orang yang tewas selama ini disebut belum terbukti sepenuhnya bersalah karena terkait dengan kejahatan narkotika.
Meski demikian, di era Trump nampaknya pendekatan lebih baik dalam menanggapi perang keras narkotika Duterte dilakukan. Bahkan, Duterte mengatakan Trump telah memuji tindakannya untuk menanggulangi salah satu kejahatan terbesar di dunia tersebut.
Juru bicara kepresiden Filipina, Ernie Abella juga mengatakan melalui percakapan telepon, Trump menyampaikan niatnya untuk berkunjung ke Filipina pada November mendatang. Kunjungan itu sekaligus untuk menghadiri puncak pertemuan Asia Timur bersama dengan beberapa pemimpin dunia lainnya.
Trump juga mengundang Duterte untuk melakukan pertemuan di Gedung Putih, Washington. Nantinya, sejumlah pembahasan, selain mengenai aliansi kedua negara, masalah penanggulangan narkotika juga dibicarakan oleh masing-masing pemimpin.
"Diskusi antara para presiden berlangsung begitu hangat. Trump juga mengungkapkan apresiasi dan bagaimana ia memahami tantangan yang dihadapi Duterte di Filipina, khususnya untuk masalah kejahatan narkotika," ujar Abella, Ahad (30/4).
Sementara itu, Gedung Putih juga memberi pernyataan terkait percakapan antara Trump dan Duterte. Panggilan telepon keduanya disebu sangat bersahabat.
Pembicaraan yang dilakukan juga mencakup keprihatinan masing-masing mengenai isu keamanan regional. Tak ketinggalan, mereka juga membahas kemungkinan ancaman program nuklir Korea Utara (Korut).