REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Keberadaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjadi jaminan hak konstitusi bagi masyarakat di negeri ini untuk memperoleh dan mengakses informasi dalam proses penyelenggaraan negara.
Namun, sejak UU tersebut mulai diterapkan pada 2010, saat ini masih ada saja badan publik yang terkesan enggan memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat secara terbuka.
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP), Evy Trisulo Dianasari menuturkan, kehadiran UU No 14/2008 sejatinya menjadi tonggak penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
“Sayangnya, sampai saat ini, masih ada saja badan publik yang merasa waswas untuk terbuka, walaupun informasi yang diminta masyarakat dinyatakan terbuka oleh UU tersebut,” ujar Evy di Jakarta, Ahad (30/4)
Dia menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No 14/2008, suatu lembaga atau badan publik hanya berhak menolak memberikan informasi kepada masyarakat jika informasi tersebut masuk dalam kategori dikecualikan.
“Aturannya jelas, jika tidak termasuk informasi yang dikecualikan, badan publik harus buka seluas-luasnya akses informasi,” tuturnya.
Salah satu lembaga yang belum optimal menjalankan proses itu adalah partai politik. Evy menyesalkan sikap partai-partai politik di Indonesia yang dinilai masih sangat kurang terbuka dalam menyajikan informasi publik.
Hasil penilaian instansinya sepanjang tahun lalu menunjukkan, dari 10 parpol nasional yang berlaga di Pemilu 2014, enam di antaranya tak merespons pemeringkatan badan publik yang dilakukan KIP. Ia tak menyebut enam partai dimaksud.
“Padahal, parpol termasuk badan publik yang dimuat secara khusus dalam pasal 15 UU No 14/2008,” tuturnya.
Ia mengaku, tingkat kepatuhan badan publik secara keseluruhun dalam mengimplementasikan UU KIP memang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal itu dapat dilihat dari hasil penilaian KIP sepanjang 2016 terhadap kementerian, lembaga negara (LN), lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), lembaga nonstruktural (LNS), BUMN, dan perguruan tinggi negeri (PTN).
Menurut dia, rata-rata tingkat kepatuhan semua instansi tersebut dalam menyediakan dan mengumumkan dokumen anggaran memperoleh nilai sebesar 60,53 persen dengan kualifikasi cukup informatif. “Angka ini naik jika dibandingkan dengan 2015 yang hanya sebesar 31,97 persen dengan kualifikasi tidak informatif,” kata Evy.
Sementara, penilaian rata-rata untuk pengelolaan dan pendokumentasian informasi publik oleh lembaga-lembaga milik pemerintah itu hanya memperoleh nilai sebesar 44,5 persen dengan dengan kualifikasi kurang informatif. Angka tersebut mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan 2015 yang hanya sebesar 28,5 persen dengan kualifikasi tidak informatif