Senin 01 May 2017 13:44 WIB

Buruh Jawa Barat Ajukan 12 Tuntutan

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Nidia Zuraya
Ratusan demonstran dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Bandung Raya berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Ahad (1/5).
Foto: Dede Lukman Hakim
Ratusan demonstran dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Bandung Raya berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Ahad (1/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Federasi Serikat Pekerja Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPA SPSI) Provinsi Jawa Barat menggelar aksi unjuk rasa dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, Senin (1/5). Aksi unjuk rasa ini dipusatkan di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung untuk menyampaikan orasi dan tuntutannya.

Sedikitnya ada 12 tuntutan yang disuarakan para buruh Jawa Barat. Di antaranya berkaitan dengan upah, layanan kesehatan, dan penghapusan regulasi yang dinilai merugikan buruh.

Ketua DPD FSP Logam, Elektronik, dan Mesin (LEM) SPSI Provinsi Jawa Barat Muhamad Sidarta mengatakan buruh mendesak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untum berani mengeluarkan kebijakan yang pro pada tenaga kerja. Gubernur didorong mengakomodir tuntutan demi kesejahteraan buruh. 

"Gubernur harus berani mengambil kebijakan atau diskresi tersebut untuk melindungi yang lemah," kata Sidarta di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (1/5).

Menurutnya saat ini masih banyak aturan-aturan yang mengesampingkan hak-hak buruh. Aturan PP Nomor 78 Tahun 2015 juga didesak untuk dihapus karena dianggap merugikan upah buruh.

Selain itu, ia menyampaikan hal penting dan mendesak yang harus diperjuangkan oleh kaum buruh Jawa Barat, yaitu dengan berlakunya UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Di mana pengawasan hubungan industrial yang selama ini dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota sejak 01 Januari 2017 pengawasan hubungan industrial beralih ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Tentu hal ini akan berimplikasi sangat luas terhadap penegakan hukum perburuhan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang belum memuaskan terhadap pelanggaran norma hubungan kerja seperti PKWT, Outsourcing, PHK sepihak, Union busting, pelanggaran upah, pemagangan dan lain sebagainya dalam hubungan industrial," tuturnya.

Dengan beralihnya fungsi pengawasan tersebut, ujarnya, diharapkan kinerja pengawas hubungan industrial Pemerintah Jawa Barat harus lebih baik dengan melibatkan serikat pekerja/serikat buruh di Jawa Barat.

Pihaknya pun mendesak Pemprov Jawa Barat untuk segera mengakomodir tuntutan yang disampaikan atau membuka komunikasi dengan perwakilan seikat pekerja. Jika tidak ditindaklanjuti, buruh mengancam akan menggerakan masa yang lebih banyak ke kantor pemerintahan. 

"Sampai saat ini kita layangkan (audiensi) belum dijawab. Mereka seperti menghindar. Kalau gitu terus ya kita geruduk nanti. Kita tunjukan kekuatan kita," ujarnya.

Ia pun menambahkan pihaknya akan mencoba beraudiensi dengan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat. Sebagai wakil rakyat, DPRD dinilai memiliki kewajiban untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.

"Kita juga akan minta ketemu dprd. DPRD itu wakil rakyat. Jangan tenang-tenang saja gaji gede tapi nggak kerja. Dprd akan kita sambangi. Kita minta undang pemerintah melalui DPRD," ucapnya.

Hingga pukul 13.30 WIB para buruh masih menggelar orasi di depan Gedung Sate. Arus lalu lintas di sekitar lokasi pun ditutup serta dijaga ketat oleh aparat kepolisian.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement