REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tingkat SMP yang akan dilaksanakan di Kabupaten Purbalingga awal Mei 2017 ini, kemungkinan akan dibagi beberapa shift. Hal ini mengingat ketersediaan komputer di sekolah-sekolah SMP masih belum memadai.
"Dari laporan yang saya terima dari Dinas Pendidikan, jumlah komputer yang ada ternyata baru bisa mencukupi 50 persen dari seluruh peserta UNBK," jelas Bupati Tasdi, Sabtu (29/4).
Kondisi ini, mengundang keprihatinan Bupati. Bahkan dalam apel pagi yang diikuti Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Purbalingga, Bupati mempertanyakan penggunaan dana yang dialokasikan untuk bidang pendidikan.
Bupati menyebutkan, anggaran yang dialokasi untuk bidang pendidikan dan dikelola oleh Dinas Pendidikan, pada tahun 2017 ini mencapai Rp 665 miliar. "Dana sebesar itu digunakan untuk apa saja, sehingga untuk pelaksanaan UNBK saja masih kekurangan komputer? Ini Dindik bagaimana?" katanya.
Dia menyatakan, dana yang dialokasikan untuk pengembangan bidang pendidikan, mestinya lebih fokus untuk kegiatan yang penting. "Komputer itu penting. Mestinya, dengan dana yang ada lebih baik digunakan untuk pengadaan komputer dulu. Bukan untuk membiayai pengadaan sarana prasarana yang tidak begitu penting seperti tembok atau pagar sekolah," katanya.
Bupati mengingatkan, upaya peningkatan kualitas siswa di Purbalingga masih perlu dilakukan. Berdasarkan laporan yang dia terima, dalam Uji Kompetensi Guru (UKG) se Jawa Tengah, tingkat kompetensi guru di Purbalingga yang jumlahnya mencapai 6.582 orang, tingkat komptensinya menduduki rangking ketujuh.
Hal ini sejalan dengan upaya Pemkab meningkatkan kualitas guru seperti mengikuti program pendidikan S1, S2 dan S3. Sehingga para guru bisa mendapat sertifikasi berikut kenaikan tunjangannya.
Namun dia menyebutkan, kompetensi yang cukup tinggi masih belum terasa dampaknya bagi anak didik. Hal ini dibuktikan dalam pelaksanaan UN, dimana siswa asal Purbalingga hanya menduduki rangking-33 se Jawa Tengah.
Bupati mengaku malu dan ingin menangis mengetahui kondisi ini. "Bagaimana pendidikan mau maju kalau sarana dan prasarana sistemnya saja tidak memadai, seperti komputer saja tidak punya," katanya.
Dia menyebutkan, dengan adanya ketimpangan antara tingkat kompetensi guru dan hasil UN siswa di Purbalingga, menunjukkan bahwa proses transfer pengetahuannya belum berjalan baik. "Anggaran yang sudah cukup besar, ternyata masih belum menjamin proses pendidikan berlangsung baik," ujarnya.
Untuk itu, Bupati meminta agar persoalan tersebut bisa diatasi oleh Dinas Pendidikan. "Tahun depan, saya minta minta hasil UN siswa asal Purbalingga minimal bisa mendapat ranking 10," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Bupati juga menyinggung soal wajib belajar pendidikan dasar (Wajardikdas) sembilan tahun yang sejak zaman Orde Baru dilaksanakan, namun lama penduduk Purbalingga saat ini rata-rata baru 6,8 tahun. "Ini juga masih menjadi PR buat saya yang membuat saya masih belum dapat tidur nyenyak," katanya.