Senin 01 May 2017 17:04 WIB

Korsel Sebut AS akan Tetap Biayai THAAD

Rep: Puti Almas/ Red: Budi Raharjo
Militer Amerika Serikat (AS) mulai memindahkan sebagian sistem pertahanan antirudal Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) yang kontroversial ke lokasi penempatannya di Korea Selatan, Rabu (26/4).
Foto: Reuters/Missile Defense Agency
Militer Amerika Serikat (AS) mulai memindahkan sebagian sistem pertahanan antirudal Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) yang kontroversial ke lokasi penempatannya di Korea Selatan, Rabu (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID,SEOUL -- Pemerintah Korea Selatan (Korsel) mengatakan Amerika Serikat (AS) tetap akan menanggung biaya digunakannya sistem pertahanan anti-rudal yang dikenal sebagai High Altidtude Area Defense (THAAD). Pernyataan ini datang setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Korsel harus membayar biaya tambahan untuk perangkat sistem canggih tersebut.

Perangkat tambahan dari THAAD disebut adalah baterai. Alat itu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sistem dalam mencegah ancaman nuklir Korea Utara (Korut). Namun, dibutuhkan uang senilai 1 miliar dolar AS dalam pembuatannya.

Pada pekan lalu, Trump membuat sebuah pernyataan yang mengejutkan bahwa ia ingin Korsel membayar biaya tambahan atas THAAD. Seoul kemudian mempertanyakan tentang komitmen AS dalam aliansi kedua negara, khususnya di bidang keamanan.

Penasihat keamanan nasional AS, HR McMaster juga sebelumnya menekankan bahwa aliansi AS dan Korsel menjadi prioritas utama di kawasan Asia Pasifik. Ia memberikan pernyataan itu setelah Korut kembali melakukan uji coba rudal balistik terbaru pada Sabtu (29/4) lalu.

"Pernyataan Presiden Trump mengenai THAAD baru-baru ini dijelaskan adalah hanya dalam konteks umum, sejalan dengan harapan AS untuk dapat membagi beban biaya apapun bersama dengan negara sekutu," ujar pernyataan dari Blue House, kantor kepresidenan Korsel, Senin (1/5).

Penyebaran THAAD telah dilakukan di wilayah Semenanjung Korea pada Maret lalu. Selama ini, di wilayah tersebut ketegangan terjadi dengan adanya serangkaian tes perangkat nuklir oleh Korut, yang mengancam negara-negara sekitarnya, khususnya Korsel dan Jepang.

Namun, Cina sebagai sekutu Korut menentang penyebaran THAAD. Negara itu menilai sistem radar yang ada dari program itu dapat menembus teritori mereka dan tentunya menimbulkan kerugian.

Korut selama ini telah mendapat sanksi dari Dewan Keamanan PBB atas sejumlah uji coba program nuklir yang dilakukan. Negara terisolasi itu tercatat melakukan uji coba perangkat nuklir sebanyak lima kali sepanjang 2016 lalu. Pada tahun ini, dua kali peluncuran telah dilakukan.

Namun, Korut mengatakan tidak khawatir dengan sanksi yang diberikan Dewan keamanan PBB. Bahkan, negara itu mengatakan akan terus mengembangkan kemampuan nuklir mereka, yang diklaim dapat menjangkau antar benua.

Korut selama ini diyakini mengembangkan teknologi rudal balistik yang menjangkau antar benua, di mana dapat menembus hingga wilayah AS. Sebelumnya, negara itu mengklaim telah berhasil memuat miniatur hulu ledak nuklir dalam rudal.

Selama 20 tahun terakhir, AS dan sejumlah negara dalam Dewan keamanan PBB juga telah berupaya membuat Korut menghentikan program nuklir mereka. Sejak 2006 lalu, seluruh negara anggota telah diminta untuk menegakkan sanksi serta melipatgandakan upaya mencegah tindakan itu kembali terjadi.

AS juga telah menempatkan angkatan bersenjata di Semenanjung Korea. Komando AS untuk Asia Pasifik kemudian mengatakan bahwa penyebaran kelompok kapal perang USS Carl Vinson ditempatkan di wilayah itu dilakukan sebagai langkah antisipasi.

Carl Vinson terdiri dari sebuah kapal induk dan perang lainnya. Sebelumnya, unit angkatan laut AS itiu ditempatkan di pelabuhan Australia dan Singapura. Hingga beberapa waktu lalu, dialihkan ke barat Samudera Pasifik. Di sana, digelar latihan perang bersama dengan angkatan laut Korsel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement